Presiden Jokowi saat meninjau lokasi pembangunan MPP 100MW, di Jungkat, Kab Mempawah, Kalbar |
Presiden Joko Widodo mengancam akan melapor ke KPK.
JAKARTA, KORANTRANSAKSI.com - Proyek pembangunan pembangkit tenaga listrik pada era Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono diduga merugikan keuangan negara triliunan rupiah. Sesuai hasil evaluasi, pemerintah memastikan dari sebanyak 34 proyek mangkrak, ada 12 proyek yang dapat dipastikan tidak dapat dilanjutkan.“Potensi kerugian negara dari ke-12 proyek yang tidak dapat dilanjutkan itu adalah Rp 3,76 triliun,” kata Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung kepada wartawan bersama Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno usai diterima oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (4/11/2016).
Adapun 22 proyek lainnya, menurut Seskab, bisa dilanjutkan tetapi diperlukan adanya tambahan biaya baru sebesar Rp 4,68 triliun-Rp 7,25 triliun, yang merupakan angka cukup besar. “Nah, dana tambahan ini tentunya harus mendapatkan persetujuan dari pemerintah, dalam hal ini Bapak Presiden dan Wakil Presiden dan tentunya menteri terkait,” jelas Pramono.
Pramono mengatakan, Presiden telah memerintahkannya untuk berkoordinasi dengan PLN dan kementerian terkait untuk menindaklanjuti persoalan itu. "Presiden memberikan arahan kepada kami untuk segera menindaklanjuti ini dan dibahas dengan PLN, kementerian terkait, agar mengambil jalan keluar atas hal tersebut," ujar Pramono.
Proyek yang mangkrak itu, menurut Seskab Pramono Anung, dibangun berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71 Tahun 2006 dan Perpres Nomor 4 Tahun 2010 sebanyak 7.000 megawatt (MW). Seskab menegaskan, proyek 7000 megawatt ini berbeda dengan proyek 35.000 megawatt.
Ancam Lapor KPK
Sebelumnya dalam rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (1/11/2016) lalu, Presiden Jokowi meminta kepada Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk memberikan penjelasan mengenai penyelesaian 34 proyek pembangkit listrik yang telah mangkrak selama 7 sampai 8 tahun.
“Karena dana yang dikeluarkan juga sangat besar sekali. Saya tolong nanti diberitahukan ke saya, totalnya berapa, karena ini sudah menyangkut angka yang triliunan, dan ini tidak boleh dibiarkan terus-menerus,” kata Presiden Jokowi saat itu.
Dalam pengamatan Presiden Jokowi yang melihat langsung proyek tersebut di lapangan, 1-2 proyek kelihatannya tidak bisa diteruskan karena memang sudah hancur, sudah karatan semuanya. Karena itu, Presiden meminta ada kepastian.
"Kalau saya lihat di lapangan satu dua hari kemarin, kelihatannya juga banyak yang tidak bisa diteruskan karena memang sudah hancur, sudah karatan. Tinggal kepastian, kalau ini memang tidak bisa diteruskan ya sudah, nanti saya bawa ke KPK. Karena ini menyangkut uang yang bukan kecil, gede sekali, 34 proyek pembangkit listrik,” tegas Presiden.
Jokowi pun mengingatkan seluruh jajaran yang terkait dengan pembangunan proyek listrik 35.000 megawatt untuk berhati-hati. Jangan sampai ada proyek yang mangkrak seperti sebelumnya.
KPK Akan Kaji
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku akan mengkaji kasus 34 proyek pembangkit listrik yang mangkrak. Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, proyek ini menjadi perhatian karena KPK tengah fokus pada masalah sumber daya energi.
"Proyek-proyek itu ada dalam perhatian KPK karena memang KPK fokusnya terhadap sumber daya energi dan itu memang salah satu yang diperhatikan kami," ujar Laode di Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Jakarta, Jumat (4/11/2016).
Saat ini, KPK masih mempelajari mengapa 34 proyek tersebut mangkrak dan tak selesai tepat waktu. Jika terbukti ada dugaan korupsi dalam kasus tersebut, KPK akan melakukan penyelidikan.
"Kenapa dia telantar dan tidak selesai cepat waktu itu yang kami pelajari. Kalau ada laporan dan sebenarnya kita lihat bahwa beberapa proyek itu bermasalah pasti akan kita selidiki," ujar Laode.
Kejaksaan Diminta Kawal
Jauh sebelumnya, PT PLN (Persero) meminta pengawalan hukum dari Tim Pengawal dan Pengaman
Pemerintahan dan Pembangunan Pusat (TP4P) Kejaksaan Agung guna melanjutkan proyek pembangkit listrik fast track program tahap I dan II. Dari 34 proyek, terdapat 12 proyek yang sedang dimintai pendapat hukum. PLN mencatat hanya sembilan proyek yang bisa berlanjut tanpa masalah.
"12 proyek kami lagi mencari solusi ada aspek operasional, teknis, dan finansial. Masalah legalnya kami dibantu TP4P Kejaksaan Agung, dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan," ujar Direktur Utama PLN Sofyan Basir di kantornya, Senin (31/10/2016).
PLN belum melanjutkan 12 proyek pembangkit karena alasan bermacam-macam. Seperti pembangunan PLTU Malinau (2x3 MW) di Desa Melapis, Kabupaten Malinau Utara, Kalimantan Utara.
Kontraktor proyek, konsorsium PT PAL (Persero) dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk, mengaku merugi karena biaya proyek membengkak. Pembengkakan biaya terjadi lantaran depresiasi Rupiah terhadap kurs rupiah terhadap dolar AS. Padahal proyek ini strategis untuk mengurangi pemakaian pembangkit bahan bakar minyak serta menambah pasokan listrik di perbatasan. Kemajuan proyek saat ini masih sekitar 55,69 persen, alias molor dari jadwal operasi komersial pada September 2014.
Ada juga proyek PLTU Maluku-Ambon berkapasitas 2x15 MW yang pembangunannya berhenti sejak Februari 2014. Padahal proyek menelan biaya cukup besar, sekitar US$ 25 juta dan Rp 219 miliar. Alasannya, performance security proyek sudah kedaluwarsa sejak Oktober 2014. Perseroan tengah meminta pendapat Kejaksaan Agung supaya proyek bisa berlanjut. "Ada juga beberapa proyek kami harus menambah dana baru," kata Sofyan.
PLN terpaksa menghentikan 13 proyek pembangkit yang tersebar dari Sumatera hingga Papua. Nilai kontrak proyek yang terminasi ini mencapai Rp 2,72 triliun dan US$ 35,8 juta. Alasan pemutusan kontrak beragam, mulai proyek terhambat perizinan, sulitnya pembebasan lahan, hingga kondisi tanah yang tidak ideal.
Seperti proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Kuala Tungkal (2x7 MW) di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Sampai saat ini kemajuan proyek nol persen karena kondisi tanah bersifat lunak sehingga biaya penanganannya berisiko membengkak hingga 60 persen dari nilai kontrak saat ini, sebesar US$ 9,9 juta dan Rp 214 miliar. Pengembangnya adalah PT ZUG Industry Indonesia.
Sebelumnya Sofyan mengatakan proyek mangkrak lantaran saat lelang, pemenang ditentukan berdasarkan usulan harga yang paling murah. Ini juga berimbas pada kualitas pembangkit yang buruk.
Bukan Kesalahan SBY
Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Agus Hermanto menilai, mangkraknya 34 proyek pembangunan listrik bisa jadi bukan salah rezim pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Menurut Agus, dalam proyek infrastruktur, banyak aspek yang bisa membuat terhambat.
"Kalau masalah pelaksanaan proyek banyak aspek. Ada masalah pendanaan, penganggaran, ada juga pelaksanaannya, itu semua perlu dilihat," kata Agus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/11/2016).
Karena itu, dia berharap semua pihak lebih bijaksana dalam menyikapi informasi terkait mangkraknya 34 proyek pembangunan pembangkit listrik pada era SBY. Ia menyatakan, dalam sebuah proyek, bisa jadi proses lelang proyek sudah berlangsung dengan baik, tetapi ternyata bermasalah dalam pengerjaan yang dilakukan subkontraktor.
"Biasanya, ya sudah dilelang, tetapi kontraktor ternyata enggak punya kemampuan finansial untuk membangun. Lantas dapat pemodal yang juga bermasalah sehingga jadi mangkrak," ucap Wakil Ketua DPR itu. (SN)
0 Komentar