Sidang dugaan kasus penggelapan uang koperasi Coca Cola. |
BEKASI, KORANTRANSAKSI.com - Sidang dugaan
penggelapan uang seragam Koperasi Karyawan Coca Cola Amatil Cibitung, Kabupaten
Bekasi, di Pengadilan Negeri Kota Bekasi, Selasa (6/12/2016), yang diduga dilakukan oleh ketua koperasi, Ruslani,
masuk dalam agenda pembacaan pembelaan (pledoi). Dugaan penggelapan anggaran
seragam koperasi karyawan dilaporkan oleh mantan karyawan Coca Cola yang
bernama Suhendar, dengan nilai kurang lebih sekitar Rp700
juta.
Dalam pembacaan
pembelaan sebanyak enam lembar yang disertai isak tangis, terdakwa banyak
mengungkapkan kejanggalan-kejanggalan dalam kasus tuduhan tersebut, dimana
terdakwa menganggap dirinya telah dikriminalisasi oleh pihak perusahaan. "Saya dituduh menggelapkan uang seragam dari tahun 2012
hingga 2013, dimana angkanya adalah karangan Suhendar dan sangat
mengada-ada," jelas Ruslani, usai persidangan di Pengadilan Negeri
Bekasi.
Menurut Ruslani,
uang milik koperasi masih ada dalam rekening koperasi, tidak pernah diambil
ataupun berpindah kerening pribadinya, maupun sekertaris dan bendahara
koperasi. Dijelaskan Ruslani, terkait seragam kerja, seragam tersebut merupakan
inventaris koperasi sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), dan
apabila sudah bukan karyawan harus dikembalikan dan bukan menjadi hak milik
karyawan.
"Uniform baru
banyak digudang koperasi, kalau ingin seragam silahkan menghubungi bagian yang
bertugas untuk mendistribusikan yaitu staf yang ditunjuk. Bagaimana mungkin
saya dibilang menggelapkan," beber Ruslani yang juga ketua serikat pekerja
477 di Coca Cola.
Ruslani ditahan
sejak September 2016. Dalam proses penahanan, menurut ruslani banyak aturan
yang dilanggar oleh penyidik. Sangat terasa keganjilannya, dikarenakan sejak
awal hanya Ruslani yang didesak untuk mengakui perbuatannya. "Menggeledah
dan menyita barang-barang koperasi yang kemudian dipergunakan untuk audit, yang
kesemuanya tidak prosedural dan tidak sesuai peraturan koperasi,'' jelas
karyawan Coca Cola yang sudah 30 tahun bekerja di perusahaan tersebut.
Lebih lanjut,
dijelaskan oleh Ruslani, dalam penentuan auditor harusnya sesuai kesepakatan
pengurus dan pengawas. Namun pihak kepolisian nekat menggunakan auditor akuntan
publik yang tentu tidak murah harganya.
"Sesaat
setelah penyitaan, HRD Coca Cola Botling Indonesia Cibitung, bapak Ricson,
mengatakan kepada saya, bahwa penyidik memberi surat dan meminta sejumlah uang
untuk dilakukan audit di koperasi, namun saat saya meminta surat beliau (Pak
Ricson) berkelit dan menghindar. Jadi bohong jika CCBI tidak terlibat dan andil
untuk menjebloskan saya kedalam penjara," tegas Ruslani.
Ditambahkan oleh
Ruslani, hanya dalam beberapa hari pasca dirinya ditahan kejaksaan, puluhan
pengurus dan anggota serikat pekerja dibawah kepemimpinannya di PHK secara
sepihak oleh CCBI, dengan alasan efisiensi. "Itu adalah bentuk pengebirian
atas hak untuk dapat berserikat. Dan itu merupakan bukti skenario untuk
mengkriminalisasi saya berhasil dan perusahaan dengan mudah mem-PHK
pekerja,'" urainya.
Sementara itu,
kuas hukum tersangka, Hadi Nasution mengatakan, semua yang menimpa kliennya
merupakan perbuatan yang memang sengaja menginginkan Pak Ruslani untuk keluar
dari perusahaan Coca Cola. "Memang orientasinya Pak Ruslani itu diharapkan
keluar oleh perusahaan," papar Hadi Nasution.
Kuasa hukum juga
menegaskan, pihaknya akan terus berjuang, meskipun nanti pak Ruslani terpaksa
harus menerima hukuman yang ringan pun, pihaknya akan melakukan banding.
Dalam kesempatan
sidang kali ini, hanya dihadiri oleh pihak tersangka yang didampingi kuasa
hukumnya beserta keluarga. Sementara pihak pelapor tidak hadir, dan pihak
perusahaan Coca Cola juga tak pernah hadir dalam persidangan. Agenda
persidangan akan dilanjutkan pada hari Kamis 8 Desember lusa, dengan agenda pembacaan
putusan terhadap terdakwa akankah hukum membebaskan dengan fakta-fakta yang
sudah terang, ataukah hukum akan berpihak kepada penguasa. (Hom)
0 Komentar