Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri. |
JAKARTA, KORANTRASAKSI.com – Menteri
Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri menegaskan
bahwa calon
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) harus memastikan dirinya
memiliki modal terutama ketrampilan dan kompetensi. Ia pun melarang
CTKI yang akan berangkat tanpa ketrampilan.
“Saya wanti-wanti, jangan pernah bekerja sebelum siap
terutama ketrampilan. Kenapa? Karena orang bermigrasi ada resikonya. Kalau
memiliki ketrampilan dan mengantongi informasi yang cukup akan mengurangi
tingkat resiko,” kata Menaker dalam acara
perayaan Migrant Day yang diselenggarakan oleh Perkumpulan Peduli Buruh Migran
di kantor Kemnaker, Kamis (15/12/2016).
Menurut menaker, setiap warga negara memiliki hak untuk
memilih pekerjaannya baik itu di dalam maupun luar negeri. Negara memiliki
tugas untuk memastikan warga negara mendapatkan pelayanan dan perlindungan yang
terbaik di setiap prosesnya. Oleh karena itu, pemerintah terus
melakukan perbaikan mulai dari pra-penempatan, masa penempatan, hingga purna
penempatan.
“Pada dasarnya TKI yang bekerja ke luar negeri adalah
hak. Tugas negara adalah memfasilitasi dan memastikan semua pihak yang terlibat
dalam proses dari penempatan, pemberian perlindungan, dan tata kelola menjadi
lebih baik,” ujarnya.
Untuk memastikan
TKI berangkat dengan skill, pemerintah merencanakan untuk membuat skema
pelatihan sebelum tenaga kerja ditempatkan di tempat penampungan. Pemerintah
akan bekerja bersama dengan lembaga pelatihan swasta untuk memberikan
pelatihan dengan standar yang jelas. “Ini
sedang dirumuskan skema pelatihan shingga kita pastikan calon TKI memiliki
skill. Jadi, mereka bukan hanya sekadar
ditampung tapi benar-benar dilatih,” ungkapnya.
Ia melanjutkan,
perbaikan dari sisi regulasi untuk meningkatkan perlindungan terhadap TKI di
luar negeri terus dilakukan pemerintah Sebagai bentuk komitmen Pemerintah dalam
memberikan perlindungan yang baik kepada CTKI/TKIB pada tanggal 12 April 2012
Pemerintah Indonesia telah mengesahkan konvensi buruh migran menjadi sebuah
Undang-Undang, yaitu Undang Undang Nomor 6 Tahun 2012 Tentang tentang
Pengesahan Konvensi Internasional Mengenai Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja
Migran dan Anggota Keluarganya. Di negara-negara ASEAN baru Philipina dan
Indonesia yang sudah meratifikasi konvensi tersebut.
Saat ini,
Pemerintah dan DPR sedang menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan
Pekerja Migran Indonesia. Pemerintah berjuang agar negara dapat selalu hadir
untuk mengurus rakyat dengan sebaik-baiknya. Dalam konteks substansi
undang-undang ini, inti kehadiran negara bukanlah bermakna negara hadir secara
fisik dalam seluruh proses migrasi dari hulu hingga hilir, dari TKI ke luar
rumah hingga pulang kembali ke daerah asal.
“Kepastian dan perlindungan ini meliputi soal
penyederhanaan tata kelola migrasi, distribusi informasi yang memadai,
standarisasi dan akreditasi kelembagaan, pengawasan yang keras dan konsisten
serta advokasi bagi tenaga kerja kita yang bermasalah di luar negeri,” katanya.
Perlindungan
terhadap TKI juga terus dilakukan salah satunya melalui Layanan Terpadu Satu
Atap (LTSA) di daerah dalam upaya perbaikan tata kelola Tenaga Kerja Indonesia
(TKI). Optimalisasi pelayanan LTSA diyakini akan memberikan dampak positif bagi
seluruh masyarakat pencari kerja di daerah.
Di tahun 2016 sudah
terdapat 9 LTSA yang telah beroperasi di beberapa daerah yaitu: Surabaya,
Gianyar, Mataram, Entikong, Sumba Barat Daya, NTT, Kabupaten Kupang, Tanjung Pinang,
dan Kendari. Tahun depan direncanakan akan kembali dibangun LTSA di 10 lokasi
kantong TKI. “LTSA bertujuan untuk
memberikan kepastian dan kemudahan dalam pelayanan ketenagakerjaan khususnya
pelayanan penempatan TKI di luar negeri,” ujarnya. (RN/Rel)
0 Komentar