Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi. |
JAKARTA, KORANTRANSAKSI.com - Menteri Keuangan
Sri Mulyani menyatakan bahwa salah satu upaya untuk melakukan
reformasi perpajakan
adalah fokus kepada perbaikan teknologi
informasi. Hal ini kaitannya dengan pengelolaan data wajib pajak
yang terintegrasi, yakni antara KIP dan NPWP. Selain itu, upaya progresif
lainnya juga harus dilanjutkan pemerintah agar penerimaan pajak bisa meningkat
secara natural.
“Sepuluh tahun lalu saya jadi menkeu, pembayar pajak
hanya dua juta. Yang terdaftar 6 juta tapi yang bayar 2 juta. Sekarang
terdaftar ada 30 juta, namun yang aktif bayar pajak 22 juta. Artinya, reformasi
saat ini bukan semata soal menambah pembayar pajak, namun lebih kepada
reformasi di bidang IT,” ujarnya.
Di awal 2017 ini, Kementerian Keuangan Republik Indonesia akan
mensinergikan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai. Sinergi
ini dilakukan dengan menggabungkan nomor pajak (NPWP) dengan nomer cukai,
sehingga wajib pajak (WP) terutama yang bergerak di ekspor impor dan produksi
barang kena cukai akan lebih patuh membayar pajak dan cukai. Sinergi data dengan membentuk single ID ini diyakini dapat membuat wajib pajak di
kalangan importir akan semakin sulit melakukan impor ilegal.
Direktur Potensi,
Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Yon Arsal mengatakan saat ini pihaknya tengah
menunggu petunjuk teknis dari sinergi ini. Nanti akan terdapat satu data NPWP
dan nomor bea cukai yang dimiliki oleh Ditjen Pajak maupun Ditjen Bea Cukai.
“Nomor yang dipakai sama. Sehingga proses pengawasan dan data matching lebih
mudah,” ujarnya.
Kepala Badan
Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara, sinergi antara Dirjen Pajak dengan Bea
Cukai akan dibikin link yang lebih baik. NPWP dan nomor Bea Cukai akan ada satu
data. “Sehingga kalau orang masuk dia otomatis bayar cukai dan PPN enggak akan
luput,” ujarnya.
Sinergi ini
diharapkan mampu untuk mencegah lolosnya WP baik orang pribadi maupun badan
sehingga penerimaan meningkat. “Ini yang diupayakan untuk menaikkan penerimaan
negara dari pajak dan cukai,” ujar Suahasil.
Dirjen Bea dan
Cukai Heru Pambudi mengatakan sinergi data direncanakan akan rampung pada
kuartal pertama 2017. “Kami mulai dengan membentuk single ID antara NPWP dan
NIK,” kata Heru di Kantor Kementerian Keuangan, belum lama ini.
Setelah terbentuk
single ID, langkah selanjutnya ialah merekonsiliasikan semua transaksi yang ada
di Dirjen Pajak dan Dirjen Bea Cukai. “Semua transaksi bisa direkonsiliasikan
satu sama lain sebagai tools untuk memperkuat pelayanan dan pengawasan,”
ucapnya.
Dengan demikian,
nantinya sinergi ini tidak akan dilakukan dari segi kebijakan saja tetapi juga
sisi operasionalnya. Sebelumnya, Pesiden Joko Widodo (Jokowi) pernah mengatakan
bahwa jika data pajak dan bea cukai tersambung, maka pemerintah bisa mengontrol
impor yang bebas bea masuk dan tidak. Menurut Jokowi pertukaran data antara
Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai berhubungan dengan upaya mengurangi impor
ilegal.
Direktur
Perpajakan Internasional Ditjen Pajak, John Hutagaol mengatakan bahwa kerjasama
Ditjen Bea Cukai dan Ditjen Pajak untuk memperketat pengawasan sudah dilakukan
oleh kedua belah pihak sehingga saat ini proses kerjasama tersebut sudah
tinggal disempurnakan lagi. “Tinggal pemantapannya saja. Kerjasama auditnya
juga sudah,” kata John belum lama ini.
Reformasi Pajak
Direktur Eksekutif
Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, yang ditunjuk
pemerintah menjadi bagian tim reformasi perpajakan,
mengatakan, kinerja tim reformasi perpajakan harus diawasi dan dikawal agar
tujuannya bisa benar-benar tercapai.
Yustinus
mengatakan, reformasi perpajakan harus menyentuh seluruh dimensi atau aspek
perpajakan. Menurut dia, sejumlah agenda jangka menengah hingga panjang yang
menjadi acuan tim reformasi perpajakan adalah revisi Undang-Undang (UU)
Perpajakan dan UU Perbankan, integrasi Nomor Induk Kependu duk an (NIK) dan
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), serta perluasan fiskus data keperbankan.
Tak hanya itu,
Yustinus menambahkan bahwa reformasi perpajakan juga harus menyentuh koordinasi
dengan penegak hukum. "Yang tak kalah penting, reformasi juga harus
menyangkut digitalisasi seluruh proses pemba yaran dan pelaporan,"
ujarnya.
Dia menilai,
seluruh langkah reformasi apabila dilakukan dengan optimal bisa berujung kepada
penerimaan pajak yang saat ini men jadi modal utama dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN). Menurut dia, meningkatnya kepercayaan akan
meningkatkan kepatuhan sukarela yang akhirnya penerimaan pajak bisa naik secara
alamiah.
Salah satu
kebijakan yang akan dilakukan pemerintah untuk menarik keikutsertaan pajak
adalah penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan. Menurut dia, langkah ini
merupakan 'pemanis' yang bisa menarik peserta amnesti pajak untuk segera
melaporkan hartanya. Meskipun, secara teknis pemerintah harus melakukan revisi
atas UU PPh sebelum menjalankan kebijakan ini.
"Tapi harus
mempertimbangkan dampak jangka pendek, yaitu turun nya penerimaan. Jika batal
naik atau terlalu lama, berpotensi menghilangkan momentum dan bisa dianggap
menurunkan kredibilitas," ujarnya. (RN/SN/DVK)
0 Komentar