Korupsi. (Ilustrasi) |
TANGSEL, KORANTRANSAKSI.com
– Insiden pasca perombakan jabatan alias mutasi 159
pejabat di Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang Selatan (Tangsel) yang dilakukan
seorang PNS, diduga merupakan manifestasi ketidakpuasan beberapa pihak. PNS
yang menjabat Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) Kota Tangsel berteriak kepada wartawan-wartawan agar mau membaca
tabloid terbitan Jakarta yang ia bawa. Tabloid itu ditengarai berisi tulisan
adanya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara massif di semua dinas
yang ada di Tangsel.
Media lokal yang banyak beredar di Tangsel terlihat kurang respons
dengan input yang diberikan sang PNS, mereka tampak lebih mempersoalkan kasus
insiden kekesalan sang PNS yang diduga terkait mutasi jabatan. Mereka lebih
condong memuat komentar para pejabat Pemkot yang menyayangkan sikap PNS yang
bernada membesar-besarkan kasus korupsi yang ditulis tabloid Jakarta tersebut.
Koran Transaksi yang mencoba menyelusuri kebenaran berita yang
ditulis tabloid Jakarta belum berhasil menemui titik terang. Namun dengan
terbongkarnya beberapa kasus korupsi yang sudah ditangani aparat hukum, sedikit
banyaknya memberikan gambaran bahwa wajar Kota dan Kabupaten di Provinsi Banten
ini mendapat sorotan khusus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Banyak kasus korupsi yang diungkap media-media terbitan Jakarta
selama ini, terkesan tidak ditangani serius. Media ini pernah mengungkap
berbagai kasus penyelewengan, misalnya di Dinas Pendidikan Tangsel. Baik
menyangkut penyaluran dana BOS maupun BOSDA, sampai proyek buku bajakan,
penanganan kasusnya ngambang. Bahkan sampai para pejabat terkait lepas dari
jabatannya, terkesan aman-aman saja.
Media-media lokal terkesan enggan “bermain api” karena diduga mereka
khawatir kehilangan “advertorial” yang menjadi menu sehari-hari. Tidak heran,
media nasional dari Jakarta yang mencoba obyektif menyerap kasus korupsi dan
berani menulis serta mengungkap apa adanya.
Beberapa waktu silam, Pemkot Tangsel melarang sekolah menjual buku
kepada anak didik, karena akan diberikan buku gratis. Sampai semester pertama
berakhir, buku yang dijanjikan tak kunjung datang. Begitu anak didik disuruh
membeli di luar, situasi panas muncul antara penerbit dengan pihak-pihak yang
ingin memanfaatkan situasi.
Kendati ada dana BOS dan BOSDA, sekolah tetap
menjual buku. Minggu ini media menemukan sekolah tingkat SMP mewajibkan
siswa-siswanya membeli buku yang mereka sediakan. Sementara isu lain bergulir,
diduga dana BOS terpotong untuk biaya ulangan umum, tapi dananya puluhan juta
ditilep oknum. Maka isu yang bergulir di masyarakat memang sulit dibuktikan.
Tak heran media ibukota menudingnya sebagai kasus yang direncanakan secara
sistematis dan massif. (Ok/007)
0 Komentar