JAKARTA,
KORANTRANSAKSI.com - Badan Pusat
Statistik (BPS) menginformasikan, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan
pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia per
September 2016 mencapai 27,76 juta orang (10,70 persen), atau berkurang sebesar
0,25 juta orang dibandingkan dengan kondisi Maret 2016 sebesar 28,01 juta orang
(10,86 persen).
Kepala BPS Suhariyanto dalam siaran persnya
mengatakan, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2016
sebesar 7,79 persen, turun menjadi 7,73 persen pada September 2016. “Demikian
pula persentase penduduk miskin di daerah perdesaan turun dari 14,11 persen
pada Maret 2016 menjadi 13,96 persen pada September 2016,” ujar Suhariyanto, di
kantor Pusat BPS, Selasa (3/1/2017) siang.
Meski selama periode Maret 2016–September 2016
persentase kemiskinan menurun, namun menurut Suhariyanto, jumlah penduduk
miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 0,15 juta orang (dari 10,34 juta orang
pada Maret 2016 menjadi 10,49 juta orang pada September 2016), sementara di
daerah perdesaan turun sebanyak 0,39 juta orang (dari 17,67 juta orang pada
Maret 2016 menjadi 17,28 juta orang pada September 2016).
Kepala BPS itu mengemukakan, peranan komoditi makanan
terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan
makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan).
“Sumbangan
Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada September 2016 tercatat
sebesar 73,19 persen, kondisi ini tidak
jauh berbeda dengan kondisi Maret 2016 yaitu sebesar 73,50 persen,”
terang Suhariyanto.
Adapun jenis komoditi makanan yang berpengaruh
terbesar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan maupun di perdesaan, menurut Suhariyanto, di
antaranya adalah beras, rokok, daging sapi, telur ayam ras, gula pasir, mie
instan, bawang merah dan tempe.
Munculnya daging sapi
sebagai salah satu komoditi penyumbang terbesar Garis Kemiskinan, lanjut
Suhariyanto, disebabkan pada periode
September 2016 bertepatan dengan perayaan Idul Adha. Sementara itu, untuk
komoditi bukan makanan yang terbesar pengaruhnya adalah biaya perumahan,
listrik, bensin, dan pendidikan. (Q4/Rel)
0 Komentar