Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir. |
JAKARTA, KORANTRANSAKSI.com
- Pada
tahun 2017 ini, pemerintah akan mengalokasikan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM)
dan LPG 3 kilo sebesar Rp 32,3 triliun, dan subsidi listrik sebesar Rp 45
triliun. Presiden Joko Widodo (Jokowi)
menekankan, agar subsidi energi yang dimaksudkan untuk masyarakat tidak mampu
harus betul-betul tepat sasaran.
“Artinya, memang
benar-benar untuk masyarakat yang tidak mampu,” tegas Presiden Jokowi saat
memberikan pengantar pada rapat terbatas tentang Integrasi Penyaluran Subsidi
Energi dengan Program Kartu Keluarga Sejahtera, di Kantor Presiden, Jakarta, belum lama ini.
Presiden
mengemukakan, selama ini penerima subsidi listrik 900 VA ternyata tidak
betul-betul diterima oleh rumah tangga yang tidak mampu, sehingga secara bertahap pemerintah harus melakukan
penajaman sasaran kembali, agar betul-betul subsidi listrik ini tepat sasaran
dan diterima oleh masyarakat yang tidak mampu yang membutuhkan.
Begitu pula untuk
informasi yang diterimanya, menurut
Presiden Jokowi, lebih dari 65% subsidi energi dalam bentuk LPG 3 Kg, juga
dinikmati oleh rumah tangga yang sebetulnya tidak layak untuk menerima.
Untuk itu,
Presiden Jokowi meminta penerima subsidi energi ini dapat diintegrasikan
terpadu dengan program penanggulangan kemiskinan, terutama dengan program Kartu
Keluarga Sejahtera (KKS) yang sudah
berjalan. “Supaya lebih terarah, lebih tepat sasaran, dan
diterima oleh rakyat yang miskin, rentan miskin, usaha kecil, usaha mikro yang
memang berhak menerima subsidi,” tegas Presiden Jokowi.
Rapat terbatas itu
dihadiri oleh antara lain Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menko Polhukam Wiranto,
Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menko PMK Puan Maharani, Mensesneg Pratikno,
Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki,
Menkeu Sri Mulyani Indrawati, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro,
Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek, Menteri ESDM
Ignasius Jonan, Mensos Khofifah Indar Parawansa, Mendikbud Muhadjir Effendy,
dan Menristek Dikti M. Nasir.
Namun keinginan Presiden Jokowi untuk
mengintegrasikan subsidi energi, yaitu subsidi BBM, listrik, LPG, dengan
program Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), kemungkinan besar baru bisa
dilaksanakan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2018.
Menko PMK Puan
Maharani mengatakan, integrasi subsidi energi dengan program KKS itu menyangkut
4 (empat) Undang-Undang (UU), yaitu UU Migas, UU Kelistrikan, UU Fakir Miskin,
dan UU Kesejahteraan Sosial.
“Keempat UU ini
tentu saja harus kita sinkronkan dulu, apakah kemudian kalau ada integrasi dari
subsidi listrik, LPG, atau kemudian kita mengatakannya adalah bantuan listrik
dan LPG dengan diintegrasikan dengan Kartu Keluarga Sejahtera itu, kemudian
tidak ada implikasi untuk secara teknis akan menyalahi undang-undang, karena
memang pelaksanaannya ini kan sesuai undang-undang berbeda,” kata Menko Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan (PMK) Puan Maharani kepada wartawan usai rapat terbatas, di Kantor
Presiden, Jakarta.
Menko PMK juga
mengingatkan, penyatuannya itu tentu saja harus dikaji kembali antara
kementerian ESDM, kemudian PLN, dan Kementerian Sosial untuk melakukan apakah
ini nanti akan diberikan dalam bentuk barang atau kah dalam bentuk uang non
tunai yang harus melalui sistem perbankan.
“Ini tentu saja
harus ada pengkajian yang mendalam. Jadinya, karena itu harus dikaji dulu
secara menyeluruh dengan semua kementerian yang terkait, sehingga kemudian baru
bisa dibahas dan diputuskan oleh Bapak Presiden,” jelas Puan.
Yang pasti, lanjut
Puan, apa yang kemudian akan dilakukan, tentu saja akan berimplikasi pada APBN
untuk tahun anggaran 2018. “Menteri Keuangan pun sudah menghitung bagaimana
nantinya berkaitan dengan anggaran itu, agar nanti tidak membebani anggaran
APBN tahun 2018,” ujarnya.
Menko PMK
menegaskan, langkah penyatuan itu tujuannya adalah bagaimana ke depannya
menjadi integrasi bantuan sosial kepada masyarakat. Hal ini dilakukan untuk
mengurangi, bahkan menghilangkan secara bertahap bantuan-bantuan yang tidak
tepat sasaran.
“Jadi apakah itu
bentuknya tetap barang atau bantuan itu bersifat uang, yang diberikan melalui
sistem perbankan, ini tentu saja tidak serta merta kita lakukan perubahan
tersebut, perlu kajian dan masa transisi yang benar-benar tepat sasaran,
sehingga masyarakat tidak dirugikan dan masyarakat tidak merasa bahwa
pemerintah berpihak kepada masyarakat,” jelas Puan.
Menurut Menko PMK,
dalam waktu singkat akan dilakukan rapat koordinasi dan rapat terbatas untuk
membahas hal tersebut. “Jadi pertama kajiannya dulu yang harus dikaji secara
teknis,” pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Utama (Dirut) PT. Perusahaan
Listrik Negara (PLN) Sofyan Basyir mengakui jika subsidi energi dalam bentuk
subsidi tarif yang selama ini diberikan pemerintah untuk masyarakat pelanggan
listrik 900 watt ke bawah, salah sasaran.
“Anda lihat, yang
miskin 450 watt ini kan 23 juta orang, Rp21 triliun, ya kan. Yang mampu di sini
4 juta. Yang 900 watt yang rentan miskin 6 juta, yang mampu 32 juta kwh
dipakai,” ungkap Sofyan kepada wartawan usai mengikuti Rapat Terbatas tentang
Integrasi Penyaluran Subsidi Energi dengan Program Kartu Keluarga Sejahtera, di
Kantor Presiden, Jakarta.
Sofyan
menjelaskan, bahwa yang dilakukan pemerintah bukan mencabut subsidi,
sebagaimana perkiraan banyak orang, tetapi membenahi yang selama ini tidak
berhak memperoleh subsidi, namun tetap memperoleh subsidi.
“Bukan pencabutan,
sebetulnya tidak tepat, tidak berhak. Mereka tidak berhak menerima itu selama
ini. Bayangkan, menurut TNP2K (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan) orang miskin itu hanya 15,5% atau 19,7 juta jiwa. Kami membayar 27
juta Kepala Keluarga (KK), padahal itu sudah lebih kan? Karena apa? Karena kami
selama ini membayar 46 juta kepala keluarga. Kalau 46 juta kepala keluarga kan
190 juta jiwa, apa benar 80% rakyat Indonesia harus disubsidi listriknya 187
juta orang, apa benar?” kata Sofyan dengan nada bertanya.
Soal apakah nanti
pemberian subsidi listrik dikaitkan dengan program Kartu Keluarga Sejahtera
(KKS), menurut Dirut PLN itu, pihaknya akan membangun kartu sendiri. Hal ini
karena PLN itu ada nomor pelanggan, ada nomor KTP-nya. “Lokasinya kita datangi,
karena tiap bulan kita ambil rekeningnya. Jadi tidak mungkin salah,” ujarnya.
Apakah ada survei ulang?
“Sudah dilakukan. Ini yang sudah disurvei, saya datangi ulang,” jawab Sofyan. Dirut
PLN menjelaskan, sosialisasi soal pembenahan subsidi listrik sudah dilakukan
selama 8 (delapan) bulan. “Kami kan takut salah. Kami takut salah, lho kok 46
juta ini, sedangkan menurut negara orang miskin hanya 15 koma sekian juta,
sekarang 23 juta sama pra miskin. Nah ya sudah sebatas itu, 23,7 juta bukan 46
juta. Ini yang kami datang minta koreksi,” terang Sofyan. (Tim Trans)
0 Komentar