JAKARTA, KORANTRANSAKSI.com - Sudah
jadi rahasia umum bertahun-tahun PT. Freeport Indonesia dinilai banyak
melakukan pelanggaran dalam menjalankan operasinya di Indonesia. Hal ini sebenarnya
bisa dijadikan modal Pemerintah Indonesia memenangkan gugatan arbitrase. Karena
niat dan kemauan keras pemerintah yang bisa lakukan regulasi secara tegas.
Pengamat
Pertambangan Ahmad Redi mengatakan, perusahaan tambang asal Amerika Serikat
(AS) tersebut melakukan pelanggaran dari Kontrak Karya yang telah disepakati
dengan Pemerintah Indonesia.
"Freeport
sebenarnya juga banyak melakukan pelanggaran kontrak. Itu yang kemudian harus
dilakukan pemerintah," kata Ahmad, di Jakarta, Rabu (22/2/2017) beberapa
waktu lalu.
Ahmad
menyebutkan pelanggaran Freeport Indonesia di antaranya adalah tidak melakukan
pelepasan saham ke nasional sesuai yang disepakati dalam kontrak sebesar 51
persen, sampai saat ini saham yang dimiliki Pemerintah Indonesia hanya 9,36
persen.
"Pertama
bahwa Freeport itu dikenai kewajiban melakukan divestasi saham. Itu ada di
pasal 24 kontrak karya. Faktanya divestasi saham tidak terjadi. Hanya 9,36
persen punya pemerintah," ungkap Ahmad.
Ahmad
melanjutkan, potensi pelanggaran kedua adalah membangun fasilitas pengolahan
dan pemurnian mineral (smelter) Pelanggaran berikutnya adalah tidak menaati
hukum nasional Indonesi dalam hal ini adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009,
tentan mineral dan batubara.
"Di
pasal 10 kontrak karya itu perusahaan berdasarkan posisi antara Freeport dan
pemerintah akan membangun pabrik bijih. Potensi pelanggaran ketiga adalah, di
pasal 23 ayat 2 kontrak karya itu diatur bahwa perusahaan itu dari waktu ke
waktu harus menaati hukum nasional Indonesia. Faktanya, ada kewajiban bagi
Freeport menyesuaikan kontrak karya dengan Undang-Undang Minerba juga enggak
dilakukan," tutup Ahmad.
Beberapa kalangan
yang masih memiliki jiwa nasionalisme kuat berpendapat, tantangan Freeport mau
menggugat Indonesia, harus dilawan karena menyangkut kedaulatan rakyat dan
negara. Mereka mengeruk kekayaan dari bumi negeri ini, sementara banyak rakyat
Papua yang masih hidup miskin dan terbelakang. (Od/L6)
0 Komentar