Terumbu Karang di Raja Ampat, Papua Barat. |
BALI, KORANTRANSAKSI.com -
Conservation International, The Nature Conservancy
(TNC) dan WWF bersama pemerintah mengumumkan dukungan dana sebesar US$23 juta
atau 300 miliar rupiah untuk mendukung Blue Abadi Fund, yang akan menjadi Dana
Abadi bagi konservasi laut terbesar di dunia, pada World Ocean Summit, Jumat
(24/2/2017).
Dana Abadi tersebut secara unik dikemas untuk mendukung pengelolaan
berbasis masyarakat di Bentang Laut Kepala Burung (BLKB) di Provinsi Papua
Barat, Indonesia, sebuah kawasan dengan keanekaragaman hayati tertinggi di
dunia,
Pengumuman ini hadir hanya lima bulan setelah inisiasi awal. Ketika
sudah berjalan sepenuhnya, kawasan BLKB akan memiliki Kawasan Konservasi
Perairan (KKP) dengan skema keuangan berkelanjutan pertama di Indonesia.
Kawasan Bentang Laut Kepala Burung berada di Provinsi Papua Barat,
dan mencakup lebih dari 2.500 pulau, terumbu karang, dan mendukung keberadaan
ribuan spesies, 70% diantaranya tidak dapat ditemukan di tempat lain di
dunia.
Blue Abadi Fund akan membantu mengamankan kesinambungan dana jangka
panjang bagi BLKB dengan menyediakan bantuan kepada komunitas lokal dan badan
pemerintah untuk pengelolaan sumber daya perairan secara berkelanjutan di masa
depan.
Blue Abadi Fund merupakan contoh kuat tentang bagaimana kepemimpinan
lokal dengan dukungan global yang terkoordinasi dapat menghasilkan tujuan
konservasi yang berkelanjutan. Beberapa pihak yang turut membantu terbentuknya
dana ini antara lain Walton Family Foundation, USAID, MacArthur Foundation,
Global Environment Facility dan lainnya.
Rob Walton dari Walton Family Foundation, yang telah mendukung
kegiatan konservasi di BLKB selama lebih dari satu dekade, mengatakan kawasan
konservasi tersebut terjaga keberadaannya berkat dukungan dan keikutsertaan
komunitas lokal dan nelayan. “Tentu saja tidak cukup dengan membentuk kawasan konservasi
perairan, namun harus juga memiliki tata kelola dan penerapan jangka panjang.
Inilah fungsi dari Blue Abadi Fund,” ujarnya dalam pers rilis.
Konsorsium BLKB dimulai tahun 2004 oleh Conservation International,
The Nature Conservancy dan WWF dan sekarang didukung oleh 30 mitra konservasi,
termasuk pemerintah pusat dan lokal, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal dan
internasional, serta akademisi. Misinya adalah untuk memastikan pengelolaan
sumber daya alam di BLKB secara berkelanjutan dengan meningkatkan kapasitas
masyarakat adat untuk menjamin ketahanan pangan dan penghidupan mereka.
Menurut pimpinan dan CEO Conservation International, Peter
Seligmann, masa depan planet kita bergantung pada kearifan local. “Melalui Blue
Abadi Fund komunitas global bermitra dengan masyarakat lokal untuk mengamankan
kelestarian Bentang Laut Kepala Burung dalam jangka panjang, yang dipercaya
sebagai kawasan dengan keanekaragaman hayati bahari tertinggi di bumi,”
terangnya.
Sejak diluncurkannya konsorsium ini 12 tahun yang lalu, jaringan KKP
di Bentang Laut Kepala Burung telah berkembang mencakup 3,6 juta hektar atau
sekitar 20% dari seluruh KKP di Indonesia. Dikelola oleh masyarakat lokal dan
pemerintah, jaringan KKP mengutamakan konservasi keanekaragaman hayati dan
keberlanjutan perikanan lokal. Bersama, mereka telah mengurangi penangkapan
ikan berlebih oleh nelayan asing (dari luar daerah) hingga 90% dan menikmati
hasil dari peningkatan perikanan berkelanjutan, ketahanan pangan, dan
wisata.
Secara garis besar, Konsorsium ini telah bermitra dengan 30
organisasi – termasuk Conservation International, The Nature Conservancy, dan WWF
– serta 70 donor, baik dari dalam maupun luar negeri. Pemerintah Indonesia dan
Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat, bersama komunitas lokal, berperan
penting dalam pengelolaan jaringan KKP dan perikanan lokal.
Konsorsium Bentang Laut Kepala Burung akan menyerahkan sepenuhnya
tanggung jawab pengelolaan KKP kepada masyarakat dan pemerintah setempat pada
Juni 2017, yang nantinya akan mengelola kawasan ini bersama di masa depan.
Pembiayaan yang berasal dari dalam negeri akan menyediakan 70% kebutuhan biaya
bagi bentang laut ini, dengan pemerintah Indonesia sebagai sumber dana terbesar
dan Blue Abadi Fund menyediakan sisa 30 persen.
Pemerintah Provinsi Papua Barat telah berkomitmen untuk menyediakan
sedikitnya Rp. 7.215.000.000 (US$555.000) setiap tahunnya bagi pengelolaan
jejaring KKP mulai tahun 2018. Alokasi dana dari pemerintah pusat serta
pendapatan dari biaya masuk wisatawan juga akan berkontribusi dalam pembiayaan
KKP.
“Sebagai Provinsi Konservasi, sumber daya alam kami memiliki nilai
strategis dan penting bagi Papua Barat. Untuk memastikan kami terus mendapatkan
manfaat dari konservasi, kami perlu bekerjasama untuk memastikan bahwa KKP kami
mendapat dukungan dana yang cukup dan berkelanjutan,” ungkap Drs. Nathaniel D.
Mandacan, M.Si, Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Papua Barat.
Masyarakat lokal dan badan
pemerintah akan menggunakan dana ini untuk menerapkan rencana pengelolaan yang
komprehensif untuk ke-12 KKP yang mendukung kegiatan seperti sistem patroli
yang efektif, penjangkauan dan pembangunan masyarakat, dan pemantauan ekologi
dan sosial sehingga aktivitas pengelolaan dapat diadaptasi terus menerus. Dana
Abadi juga dapat digunakan oleh masyarakat Papua untuk mendukung kegiatan
konservasi dan perikanan berbasis masyarakat yang inovatif dan lainnya. (Q4/Rel)
0 Komentar