JAKARTA, KORANTRANSAKSI.com - Penyelesaian kasus
korupsi E-KTP banyak disebut-sebut menjadi salah satu pertaruhan KPK.
Kredibilitas KPK diuji dalam kasus ini karena banyak muncul nama besar dalam
dakwaan. Baik dari kalangan eksekutif maupun legislative.
Menurut
Direktur Indobarometer M Qodari mengatakan, KPK harus menyikapi penilaian
masyarakat tentang kekhawatiran adanya politisiasi kasus tersebut. Salah
satu cara yang paling tepat adalah dengan memastikan konstruksi hukum yang kuat
dalam kasus ini. Disamping tentunya keberanian moral untuk siap menghadapi
berbagai resiko. Mengingat sikap berani tokoh-tokoh KPK era sebelumnya
berbuntut hadirnya ancaman dan perlakuan pihak-pihak tertentu sebagai
manifestasi balas dendam dan sejenisnya. Kasus menonjol dialami Antasari Azhar.
"Yang
penting KPK punya kontruksi hukum kuat sehingga orang percaya proses hukum yang
berjalan memang proses hukum yang sesungguhnya," kata Qodari di kawasan
Cikini, Jakarta, beberapa hari silam.Selama ini, kredibilitas KPK di mata
masyarakat sangat baik. KPK selalu masuk dalam jajaran 3 besar lembaga negara
paling dipercaya masyarakat. Bila kepercayaan ini hilang, sulit masyarakat
mempercayai lembaga negara lainnya.
Menurut
Qodari, itulah modal besar yang dimiliki KPK.Modal besar itu jangan rusak oleh
kontruksi hukum yang tidak baik, perilaku maupun pernyataan pimpinan KPK yang
tidak proporsional, katanya lagi. Kasus ini menjadi pertaruhan politik dan
kebangsaan bagi KPK. Selain kerugian negara yang nilainya fantastis,
keterlibatan nama besar juga menjadi sorotan masyarakat secara tajam.
"Jangan
sampai ada dugaan KPK bergerak dengan motivasi politik apalagi menjadi
kendaraan politik," ucap dia. KPK juga harus memperlakukan kasus
megakorupsi E-KTP tidak berbeda dengan kasus korupsi lainnya. Termasuk
dengan korupsi Hambalang yang nilainya juga tidak kalah besar. Sebab, baru
kasus e-KTP yang melibatkan banyak partai politik.
Beberapa kalangan
masyarakat mencontohkan bagaimana politik dinasti di Provinsi Banten era
Gubernur Atut Choisiyah nyaris tak tergoyahkan sehingga sang penguasa bebas
lakukan korupsi dan tindak pemerasan terhadap pengusaha yang mau berinvestasi.
Bukan berarti disana tidak ada instansi Kejaksaan atau Kepolisian. Faktanya
tirani itu hancur karena keberadaan KPK. Banyak kalangan oknum penegak hukum
kehilangan ATM begitu orang nomor satu itu di Banten diseret ke penjara. (odjie/nt)***
0 Komentar