Presiden Jokowi memimpin rapat terbatas tentang perlindungan konsumen, di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (21/3) siang. |
JAKARTA,
KORANTRANSAKSI.com - Presiden
Joko Widodo (Jokowi) mengemukakan, berdasarkan laporan yang diterimanya Indeks
Kepercayaan Konsumen (IKK) Indonesia tahun 2016 masih rendah, yaitu 30,86
persen, atau baru sampai pada level paham, dibandingkan dengan IKK Eropa yang
sudah mencapai 51,31 persen.
Sementara terkait
perilaku pengaduan konsumen, Presiden juga menilai masih rendah. “Secara
rata-rata hanya 4, 1 pengaduan konsumen yang diterima dari 1 juta penduduk Indonesia.
Sementara Korea 64 pengaduan konsumen terjadi di setiap 1 juta penduduk,” kata
Presiden Jokowi dalam pengantarnya pada rapat terbatas tentang Perlindungan
Konsumen, di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (21/3) siang.
Karena itu,
Presiden menilai, edukasi konsumen diperlukan karena dibandingkan dengan
negara-negara lain, konsumen Indonesia baru pada tahap “paham” haknya, tapi
belum mampu memperjuangkan haknya sebagai konsumen.
Presiden
menambahkan, edukasi konsumen juga diperlukan untuk membuat perilaku konsumen
menjadi konsumen yang cerdas, konsumen yang bijaksana, dan perilaku konsumsinya
diarahkan untuk tidak terjebak pada penyakit konsumerisme, serta mampu untuk
melakukan konsumsi yang bersifat jangka panjang, mulai gemar menabung atau
diinvestasikan kepada sektor-sektor produktif.
“Konsumen juga
diajarkan mencintai produk-produk dalam negeri, sehingga industri nasional bisa
berkembang dan lapangan bekerja bisa terbuka lebih banyak,” sambung Presiden.
Presiden juga
menekankan, perlunya diperhatikan masalah perlindungan konsumen, karena hal ini
sangat terkait dengan kehadiran negara untuk melindungi konsumen secara
efektif. Ia menegaskan, efektifitas kehadiran negara dilihat dari sejauh mana
norma dan standar bisa dipenuhi, serta dipatuhi oleh para produsen. Dan sejauh
mana pengawasan dan penegakan hukum juga berjalan secara efektif.
Namun berdasarkan
data yang dimilikinya, menurut Presiden, tingkat kepatuhan produsen terhadap
kesesuaian standar produk dengan SNI (Standarisasi Nasional Indonesia) ternyata
masih rendah. Hanya 42 persen barang yang beredar di pasaran sekarang ini
sesuai dengan SNI. “Ini artinya ada yang keliru, ada yang harus
diperbaiki,” tegas Presiden Jokowi.
Karena itu,
Presiden meminta, lembaga-lembaga perlindungan konsumen agar lebih bekerja
keras, sehingga betul-betul bisa dirasakan kehadirannya di tengah-tengah
masyarakat. Terlebih, lanjut Presiden, berdasarkan data yang diterimanya hanya
22,2 persen yang mengenal dan mengetahui fungsi lembaga perlindungan konsumen.
Penggerak Ekonomi
Sebelumnya pada
awal pengantarnya, Presiden Jokowi mengemukakan, selama lima tahun terakhir
konsumsi masyarakat berkontribusi rata-rata 55,94 persen terhadap Product
Domestic Bruto (PDB). Ini artinya, perekonomian nasional masih digerakkan oleh
konsumsi.
Untuk itu,
Presiden menekankan, bahwa edukasi dan perlindungan terhadap konsumen harus
menjadi perhatian kita bersama. “Hal ini penting untuk dilakukan, karena selama
ini sudah banyak kasus-kasus yang merugikan konsumen, bahkan sampai
membahayakan konsumen,” tutur Presiden.
Tampak hadir dalam rapat
terbatas itu antara lain Menko Polhukam Wiranto, Menko Perekonomian Darmin
Nasution, Menko PMK Puan Maharani, Mensesneg Pratikno, Seskab Pramono Anung,
Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Mendagri Tjahjo Kumolo, Menteri
Kesehatan Nila F. Moloek, Ketua OJK Muliaman M. Hadad, Menristek Dikti M.
Nasir, Menkominfo Rudiantara, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly, Menteri
PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, Menteri Perindustrian Airlangga
Hartarto, dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. (RN/Rel)
0 Komentar