Penandatanganan Deklarasi Pariwisata Berkelanjutan oleh Bupati Raja Ampat. |
RAJA AMPAT,
KORANTRANSAKSI.com – Sebanyak delapan belas orang dari Pemerintah
Kabupaten Raja Ampat, Sorong, Papua Barat, dan pemangku kepentingan pariwisata
di wilayah tersebut menandatangani deklarasi Komitmen Pariwisata Berkelanjutan, belum lama ini.
Penandatanganan
ini sebagai bentuk tindak lanjut dari hasil kajian Daya Dukung Pariwisata
Berkelanjutan Raja Ampat. Dokumen tersebut dipaparkan pada Lokakarya Pariwisata
Berkelanjutan, yang dibuka oleh Bupati Kabupaten Raja Ampat, H. Abdul Faris
Umlati, bertempat di Aula Kantor Bupati Raja Ampat pada hari tersebut.
Raja Ampat
merupakan salah satu target wisata turis lokal dan mancanegara. Kekayaan bahari
dengan keindahan terumbu karang, spesies lokal yang terancam punah, dan
keindahan alamnya, merupakan daya pikat kawasan ini. Ditambah dengan formasi
karst yang indah amat menarik untuk para fotografi.
Data menunjukkan
peningkatan pengunjung dalam sewindu berlipat sebanyak 10 kali dari 998
pengunjung di tahun 2007 menjadi 14.137 di tahun 2015. Bila trend ini
berlangsung terus maka pada tahun 2021 Raja Ampat akan dikunjungi oleh
setidaknya 92.000 orang. Bila wisatawan yang banyak jumlahnya ini tidak
dikelola dengan baik maka sumberdaya wisata Raja Ampat, yang sangat bergantung
pada keberlanjutan ekosistem laut dan hutan, ini akan rusak dan merugikan
pemerintah dan masyarakat.
Pada deklarasi
tersebut, Bupati Raja Ampat menekankan bahwa Pemerintah Kabupaten Raja Ampat
fokus pada pengembangan ekonomi daerah yang berbasis konservasi, bukan ekonomi
pertambangan.
"Sudah
menjadi komitmen kami untuk membangun sektor pariwisata dan perikanan sebagai
leading sectors di Raja Ampat. Potensi pariwisata dapat memberikan
kesejahteraan bagi seluruh masyarakat di Raja Ampat,” ujar Umlati.
Permasalahan yang
dihadapi adalah mempertahankan kawasan pariwisata untuk kurun waktu yang
panjang. United Nation Environmental Programme (UNEP) (2009) menyebutkan
pembangunan pariwisata perlu memperhatikan ekonomi lokal, penyerapan sumber
daya manusia di kawasan tersebut, serta tidak merusak lingkungan, sosial dan
budaya yang ada. Pembangunan diarahkan pada visi keberlanjutan dari segala
sisi, tidak hanya melihat dari sisi pertumbuhan jumlah wisatawan.
Daya dukung
lingkungan merupakan salah satu indikator dalam pengelolaan pariwisata
berkelanjutan. Definisi daya dukung lingkungan tertera dalam Undang-Undang
Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
termasuk di dalamnya juga definisi daya tampung lingkungan.
Pada acara
lokakarya tersebut, Pemerintah Kabupaten Raja Ampat meluncurkan Dokumen hasil
kajian Daya Dukung Pariwisata Berkelanjutan Raja Ampat untuk wisata bahari,
pantai, treking, dan wisaya budaya. Hasil kajian yang dilakukan oleh
Conservation International ini menjadi dasar bagi kebijakan pembangunan
pariwisata berkelanjutan di Kabupaten Raja Ampat.
Dalam dokumen
disebutkan daya dukung dirumuskan sebagai jumlah maksimal kemampuan alam
menampung wisatawan agar tidak merusak keberadaan dan keberlanjutan dari
manusia dan areal wisata atau alam tersebut di masa mendatang. Indikator
pengukuran dengan melihat pada potensi pariwisata yang dikemas dalam paket, dan
fasilitas pendukung yang ada. Fokus penelitian pada dua wilayah wisata terbesar
yaitu Selat Dampier, dan Misool Selatan, serta pada empat kelompok besar yaitu
wisata bahari, wisata hutan, wisata air terjun, wisata sejarah/budaya/religi.
Secara menyeluruh
total wisatawan yang dapat ditampung di Raja Ampat dalam setahun adalah 91.275
orang untuk kunjungan 3 wisata per hari. Bila jumlah pengunjung di bawah angka
ini, terdistribusi merata setiap bulan, dan mengunjungi setiap atraksi wisata
yang ada, maka pariwisata yang terjadi tidak akan merusak lingkungan dan inilah
pariwisata berkelanjutan.
Victor Nikijuluw,
Direktur Keluatan Conservation International Indonesia yang memimpin kajian ini
menekankan bahwa pemerintah daerah bisa menggunakan angka ini untuk tujuan
promosi dan, di sisi lain, sebagai rujukan pengendalian atau pengawasan.
Promosi dan pengembangan bisa dilakukan bila jumlah kunjungan wisatanya masih
di bawah angkat tersebut. Pengawasan dan pengelolaan yang lebih ketat harus
dilakukan bila jumlah pengunjung sudah mendekati angka tersebut.
Kajian ini
mengungkapkan bahwa wisata bahari menempati urutan tertinggi dari sisi daya
dukung serta merupakan primadona di Raja Ampat. Daya dukung wisata penyelaman
paling tinggi yaitu 20.520 orang per tahun. Angka ini terbagi dalam 12.180
orang per tahun di Selat Dampier, dan 8.340 orang per tahun di Misool Timur
Selatan. Menempati urutan berikutnya adalah menikmati keindahan bahari melalui
wisata pantai dan berenang secara berurutan 20.970 dan 21.420 orang per tahun.
Lebih lanjut,
Nikijuluw menyampaikan, “Perlunya dikembangkan tata aturan berwisata untuk
mendukung upaya pengendalian jumlah kunjungan wisata. Garis panduan dalam
pengembangan dan pelaksanaan pariwisata di Raja Ampat, misalnya tata aturan
wisata selam, snorkeling, berinterajsi dengan Pari manta, wisata pengamatan
burung, atau wisata bukil karst alami, perlu diatur oleh pemerintah.”
Ketua Asosiasi
Homestay Raja Ampat, Lindert Mambrasar, menyatakan harapannya agar melalui
Deklarasi ini ada keberpihakan dari Pemerintah Kabupaten terhadap pengusaha
lokal asli Raja Ampat. Pemilik homestay di Kampung Manyaifun, Distrik Waigeo
Barat ini juga menambahkan, “Memang semenjak tahun 2012 anggota kami mencapai
102 homestay, namun yang secara aktif beroperasi hanyalah 60, sementara sisanya
masih belum dapat memenuhi kriteria yang ditetapkan Asosiasi.”
Otoritas pengelola
pariwisata Kabupaten Raja Ampat perlu menindaklanjuti proses pembangunan
pariwisata berkelanjutan ini, . misalnya dengan penentuan target dan kuota
kunjungan untuk atraksi dan lokasi, membuat kebijakan/peraturan resmi,
melakukan evaluasi secara rutin, distribusi informasi secara luring maupun
daring, pengembangan pariwisata di darat, serta pengawasan wilayah dengan
menghadirkan polisi pariwisata. (Q4/Rel)
0 Komentar