Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo (kanan) saat berbincang dengan Presiden Joko Widodo. |
JAKARTA,
KORANTRANSAKSI.com - Panglima
TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengaku sempat malu di hadapan Presiden Joko
Widodo saat rapat terbatas soal pengadaan helikopter Augusta Westland (AW)-101
tahun lalu. Saat itu, Jenderal Angkatan Darat ini ditanya soal kerugian negara
akibat pengadaan helikopter angkut AW-101. "Presiden tanya, kira-kira kerugian
negara berapa? Lalu saya sampaikan kira-kira minimal Rp150 miliar," kata
Gatot di gedung KPK, Jakarta, Jumat (26/5) seperti yang ditulis CNN.
Jokowi kemudian menimpali dengan
menyebut kerugian negara sebenarnya lebih dari Rp200 miliar. "Bayangkan,
presiden lebih tahu dari saya, kan malu saya," kata Gatot.
Selanjutnya Jokowi kemudian memintanya
mengusut kerugian tersebut. Panglima kabarnya
langsung menginstruksikan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Hadi
Tjahjanto untuk menginvestigasi proses pengadaan helikopter. Hasilnya, yang
disebutkan Jokowi ternyata benar. Yaitu ditemukan dugaan penyimpangan yang berpotensi adanya kerugian uang negara.
"Dari hasil investigasi itu semakin jelas ada pelaku-pelakunya. Bermodal investigasi
itu kami kerja sama dengan polisi, BPK, PPATK, dan KPK untuk menyelidiki lebih
lanjut," kata Gatot.
Hasil penghitungan sementara ditemukan
dugaan kerugian negara mencapai Rp220 miliar. Gatot langsung meminta helikopter
itu diberi garis batas polisi begitu tiba di Pangkalan Udara Halim Perdana
Kusuma pada Januari lalu.
Hingga saat ini helikopter AW-101
dianggap belum menjadi bagian kekuatan dari TNI AU. Ia menegaskan, masalah dalam proses pengadaan
helikopter itu tak hanya soal dugaan korupsi yang menyebabkan kerugian negara
hingga miliaran rupiah. Namun masalah lain soal penyalahgunaan wewenang,
penggelapan, hingga pemalsuan. "Saya katakan ini kasus bukan hanya korupsi
saja tapi ada subordinasi, ketidaktaan perintah, penyalahgunaan kewenangan, penggelapan,dan
pemalsuan," ujar Panglima lagi.
Konon diduga pengadaan helikopter AW-101
sejak lama menuai polemik karena pembeliannya dinilai tak sesuai prosedur.
Pengadaan helikopter itu telah tertuang dalam Rencana Strategis TNI AU tahap II
2015-2019. Sesuai renstra saat itu, TNI AU mengajukan kebutuhan delapan
helikopter, dua untuk VVIP presiden dan enam untuk angkut berat.
Menurut Panglima TNI, tiga pejabat TNI pun ditetapkan
sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan helikopter buatan Inggris itu.
Potensi kerugian negara sebesar Rp220 miliar dalam pengadaan helicopter dari
nilai anggaran Rp 738 miliar. (odjie/cnn)***
0 Komentar