Inspektorat. Ilustrasi |
JAKARTA, KORANTRANSAKSI.com - Menurut
pihak Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK),kinerja inspektorat baik di lingkungan
kementerian, provinsi, maupun (apalagi) kabupaten/kota, perlu dikritisi. KPK menilai
kinerja mereka sebagai ‘trigger’ pengawasan di pemerintahan belum bisa
mengendus indikasi korupsi. Di beberapa daerah, ada yang kriterianya tidak
jelas. Sebagai contoh seperti yang ditemukan awak media, di kota yang
berbatasan dengan Jakarta, seorang pejabat yang memiliki rekor kurang
baik(berkasus) bisa diangkat menjadi Inspektur, karena faktor kedekatan dengan
kepala daerahnya.
“KPK
sudah merasakan lama mengenai belum berfungsinya Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah (APIP), baik yang di inspektorat atau internal lainnya,” beber Ketua
KPK, Agus Rahardjo, di kantornya, Jakarta, Jumat (26/5) minggu lalu. Buruknya
kinerja inspektorat, khususnya daerah bisa dilihat dari minimnya laporan dugaan
korupsi yang diterima KPK. Sebagai contoh,kasus dugaan korupsi Bupati Klaten
dan Wali Kota Madiun diantaranya.
“Khusus di daerah,
kami soroti mengenai kasus yang kita tangani. Rata-rata nggak ada laporan yang
berasal dari APIP (Inspektorat),” tambah Agus. Dari Inspektorat Jenderal
Kementerian Dalam Negeri agaknya tak membantah ihwal penilaian lembaga
antirasuah tersebut. Menurut Irjen Kemendagri, Sri Wahyuningsih, ada sejumlah
faktor yang menyebabkan buruknya kinerja APIP. Menurut Sri ternyata penyebabnya
selain masalah independensi, inspektorat ini masuk di dalam SKPD, sehingga
tidak bisa apa adanya melaporkan yang ada di dalam SKPD ruang lingkupnya. Penyebab
lain terkait kekurangan personil, dan alokasi anggaran yang dianggap kurang
memadai. (Odjie/MZ/Ac)***
0 Komentar