Teten Masduki (kanan) didampingi Ketua BSN Bambang Prasetya saat peluncuran ISO 37001: 2016, Kamis (8/6). |
JAKARTA, KORANTRANSAKSI.com - Tonggak perlawanan
terhadap korupsi mendapatkan momentum baru setelah Badan Standardisasi Nasional
(BSN) dan Komite Akreditasi Nasional meluncurkan Skema Akreditasi Lembaga
Sertifikasi Sistem Manajemen Anti Penyuapan. Aturannya tertuang dalam Standar
Nasional Indonesia (SNI) ISO 37001: 2016.
Sistem Manajemen Anti Penyuapan – Persyaratan dengan Panduan Penggunaan.
ISO 37001 merupakan standar internasional pertama terkait sistem manajemen anti
penyuapan.
Peluncuran skema
akreditasi sistem manajemen anti korupsi dilakukan oleh Kepala Staf
Kepresidenan Teten Masduki yang didampingi oleh Kepala Badan Standardisasi
Nasional selaku Ketua Komite Akreditasi Nasional Prof Dr. Ir Bambang Prasetya
MSc di Auditorium BPPT, Jakarta pada Kamis (8/6/2017). Penerapan SNI ISO 37001: 2016 untuk Sistem Manajemen
Anti-Penyuapan diharapkan dapat memangkas praktik suap di sektor publik maupun
swasta.
Skema ini
mengadopsi identik ISO 37001: 2016 “Anti
Bribery Management Systems – Requirements with Guidance for Use”. Kini suap
menyuap di sektor swasta juga masuk dalam kategori korupsi. Bukan hanya antara
swasta dan pemerintah seperti yang selama ini. Dengan peluncuran ini, Indonesia
termasuk terdepan, setelah Singapura dan Peru menerapkannya pada April 2017.
"ISO 37001
ini akan mendukung upaya pencegahan korupsi di Indonesia, dan selanjutnya
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia akan terus membaik terutama di sektor
swasta," kata Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Teten Masduki dalam
acara peluncuran SNI ISO 37001 di gedung BPPT Jakarta, sebagaimana dikutip dari
Antara, Kamis (8/6).
Menurut Teten, ISO
37001 juga sejalan dengan Instruksi Presiden No. 10 tahun 2016 tentang Aksi
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Ditambah lagi, kasus-kasus korupsi yang
ditangani KPK, mayoritas modusnya melalu penyuapan.
"Kasus-kasus
korupsi di KPK memang mayoritas penyuapan, jadi saya kira ISO ini sangat
relevan dan bila nanti berlaku untuk seluruh organisasi, terlepas ukuran
organisasinya, maka ini akan membawa Indonesia lebih baik dan sejajar dengan
negara lain di bidang pemberantasan korupsi yang menyusul Singapura dan Peru
yang sudah meluncurkan ISO ini pada April 2017 lalu," tambah Teten.
Secara khusus,
Teten menyoroti mengenai korupsi sektor swasta yang belum diatur dalam UU No.
31 tahun 1999 sebagaimana UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, meski sudah diatur dalam The United Nations Convention against
Corruption (UNCAC) alias konvensi PBB Anti-Korupsi yang sudah diratifikasi
dalam UU No. 7 tahun 2006.
"Masih ada
area yang belum tersentuh yaitu korupsi sektor swasta padahal dalan UNCAC
korupsi swasta, suap-menyuap antarswasta itu bagian dari korupsi dan jauh lebih
berbahaya dari pada korupsi sektor pemerintahan. Coba ingat peristiwa Enron ada
manipulasi nilai aset sehingga orang tidak tahu perusahaannya ambruk, kita juga
punya pengalaman tahun 1998 saat perbankan keropos karena tata kelola industri
perbankan yang buruk," tambah Teten.
Ia menyebutkan
APBN Indonesia pada 2016 hanya sekitar Rp2.080 triliun, tapi uang yang beredar
di Indonesia mencapai Rp13 ribu triliun. "Jadi besarnya uang itu lebih
banyak dari swasta dan masyarakat, kalau kita hanya pelototi yang Rp2.080
triliun dampaknya tidak akan terlalu besar, jadi kalau bicara korupsi yang penting
sektor swasta," ucap Teten.
Pemerintah menurut
Teten menargetkan ranking Indonesia dalam Ease of Doing Business mencapai 40,
padahal ranking Indonesia saat ini masih 91. Ia percaya, jika ISO ini
diterapkan dengan baik oleh seluruh perusahaan di Indonesia, maka target
ranking 40 bisa saja tercapai.
"Kalau SNI
37001 ini sudah operasional akan semakin banyak organisasi besar, kecil,
nirlaba menerapkan ISO ini dan kami yakini kehidupan bisnis bergairah dan
penyerapan lapangan kerja membaik. Angka pengangguran tinggi dan tidak mungkin
membaik kalau pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya tumbuh hanya 5 persen. Jadi
untuk memperbaiki kesejahteraan, mengurangi kesenjangan sosial, meningkatkan
pertumbuhan ekonomi maka salah satu yang diperbaiki adalah perzinan dan pemberantasan
korupsi," jelas Teten.
ISO 37001: 2016
untuk Sistem Manajemen Anti-Penyuapan ini bermanfaat untuk membantu organisasi
dalam mencegah penyuapan, mendeteksi penyuapan, menangani penyuapan dan
mematuhi perundang-undangan yang terkait dengan anti penyuapan dan komitmen
sukarela yang sesuai dengan aktivitas standarisasi anti-penyuapan.
Menurut Bambang
Prasetya lewat akreditasi ini diharapkan tumbuh
iklim yang lebih positif pada dunia usaha. “Saya yakin, perusahaan yang banyak menerapkan standar, posisi perusahaan
akan semakin bagus,” ungkapnya.
Peluncuran standar manajemen anti penyuapan yaitu SNI
37001 oleh BSN, akan membantu setiap
organisasi untuk mengurangi praktik penyuapan. Kalau diterapkan, kehidupan bisnis akan bergairah, penyerapan
lapangan kerja juga akan membaik. Karena bangsa ini butuh pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen
agar tercipta lapangan kerja lebih banyak lagi. Dengan demikian kesejahteraan
menjadi lebih baik dan untuk mengurangi kesenjangan sosial.
Sebelumnya,
Transparency International (TI) meluncurkan Corruption Perception Index (CPI)
atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) global untuk tahun 2016. Berdasarkan temuan
TI, skor CPI Indonesia meningkat tipis satu poin dari 36 menjadi 37. CPI
Indonesia menduduki urutan ke-90 dari 176 negara. Seperti diketahui, skor penilaian
CPI berada dalam rentang 0 untuk kategori sangat korup, hingga 100 untuk
kategori sangat bersih.
Target CPI dan Rekomendasi TII
Dalam kesimpulan
Transparansi Internasional Indonesia (TII), Indonesia merupakan satu-satunya
negara ASEAN yang mengalami konsistensi kenaikan skor dalam lima tahun
terakhir. Kenaikan itu membuat posisi Indonesia semakin mendekati rata-rata
regional di ASEAN dengan skor 41. Dengan kombinasi strategi pemberantasan
korupsi birokrasi dan grand corruption yang melibatkan pihak swasta, bukan
tidak mungkin dalam 5 atau 10 tahun lagi, posisi Indonesia berada di atas rata-rata
skor grup elit di G20.
Dalam kesempatan
ini, TII juga menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah pusat/daerah,
penegak hukum, swasta, serta masyarakat sipil. Khusus untuk pemerintah
pusat/daerah, TII merekomendasikan, antara lain agar tetap fokus dan perkuat
reformasi penegakan hukum dan peningkatan integritas sektor publik, tim saber
pungli harus lebih agresif dan masif, serta segera menerbitkan perangkat hukum
yang memastikan swasta mengembangkan dan menerapkan sistem integrasi bisnis.
Sementara, untuk KPK,
Polisi, Kejaksaan, dan Mahkamah Agung, TII merekomendasikan agar menjadikan KPK
sebagai focal point untuk mendorong program antikorupsi sektor swasta, serta
mendorong lembaga-lembaga penegak hukum agat segera mendayagunakan Peraturan
Mahkamah Agung (PERMA) No. 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara
Tindak Pidana oleh Korporasi sebagai instrumen hukum untuk meningkatkan risiko korupsi
bagi kalangan swasta. (SN)
0 Komentar