JAKARTA,
KORANTRANSAKSI.com – Pengurusan paspor
di Kantor Direktorat
Jenderal Imigrasi kini semakin mudah. Beberapa waktu
lalu Dirjen Imigrasi melakukan inovasi dengan meluncurkan aplikasi Antrian
Paspor Online. Aplikasi berbasis android ini memberikan kemudahan kepada
pemohon paspor.
Imigrasi juga
memberikan kemudahan prosedur dan persyaratan penggantian paspor yang merupakan
kebijakan untuk memangkas birokrasi agar efektif dan efisien. Tujuannya adalah
menyederhanakan tahapan birokrasi dalam penerbitan paspor melalui Sistem
Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM), dengan hanya mensyaratkan KTP dan
paspor lama. Penggantian paspor diselesaikan dalam jangka waktu 1 (satu) hari
sejak dilakukan pembayaran.
Imigrasi juga menerapkan Aplikasi WhatsApp Gateway
Service (WAGS). Aplikasi ini akan menjadi jembatan komunikasi antara petugas
imigrasi dengan pemohon paspor terkait dengan proses penerbitan paspor. Utamanya
pemberitahuan kepada pemohon bahwa paspor telah selesai.
Kemudahan pelayanan di Dirjen Imigrasi dirasakan oleh
penulis blog lompatlompat.wordpress.com. Dia membagikan pengalamannya dalam mengurus paspor
menggunakan aplikasi ‘Antrian Paspor’.
Kebijakan perpanjangan paspor hanya membutuhkan paspor
lama dan KTP ini mulai diterapkan 9 Mei 2017. Kantor
Imigrasi Jakarta Selatan, salah satu kantor imigrasi paling sibuk, tidak lagi
menerima pembuatan ataupun perpanjangan paspor dengan datang langsung tanpa
mendaftar terlebih dahulu melalui aplikasi.
Berikut pengalaman yang dibeberkannya. “Sebelumnya, saya
juga memperpanjang paspor di Kanim Jaksel, dan saat itu saya butuh waktu
seharian penuh hanya untuk mendaftarkan perpanjangan, ditambah beberapa jam di
hari lain untuk mengambil paspor yang sudah jadi. Oleh karena itu saya
penasaran, apakah kondisi semrawut itu masih terjadi atau tidak dengan sistem
baru ini. Maka saya pun mengunduh aplikasi ‘Antrian Paspor’ untuk Android yang
tersedia di Google Playstore,” tulisnya.
“Oke, aplikasinya sudah terpasang di telepon genggam
saya. Setelahnya, tentu saja saya harus mendaftar terlebih dahulu sebagai
pengguna baru. Selain meminta ‘username’ dan ‘password’, kita juga dimintai NIK
(nomor induk kependudukan alias ‘nomor KTP’), nomor telepon, alamat surat
elektronik, dan alamat rumah.”
“Sudah beres? Berikutnya, tinggal pilih kantor imigrasi
yang tersedia di daftar. Sewaktu saya mendaftar, yang tersedia hanya ketiga
kantor imigrasi yang ada di Jakarta Selatan (Pondok Pinang, Warung Buncit, dan
Lebak Bulus). Sekali lagi ya, ini catatannya… layanan dengan aplikasi ini baru
tersedia di Jakarta Selatan. Jadi nggak perlu ke Playstore, memberi satu
bintang sambil marah-marah “Kok baru bisa di Jakarta?””
“Saya memilih yang di Warung Buncit. Langsung keluar
pilihan tanggal dan periode pagi/siang (berikut kuota yang masih tersisa untuk
waktu yang kita pilih), jumlah pemohon, beserta formulir data-data pemohon.
Herannya, setiap kali saya sampai di bagian pengisian data, aplikasi di telepon
saya crash. Saya akhirnya meminjam telepon teman, log in menggunakan akun saya,
dan mendaftar lewat aplikasinya (ini bisa dilakukan karena log in untuk
aplikasi ini berbasis username/password, bukan nomor telepon tempat aplikasi
terpasang). Setelah beres mengisi data, saya pun mendapatkan QR code yang harus
ditunjukkan ke petugas saat mengajukan perpanjangan paspor nantinya. (Jadwal
dan QR code saya juga otomatis muncul di aplikasi di telepon genggam saya,
sehingga saya tidak perlu membawa-bawa telepon teman saya.) Saya memperoleh
giliran antara jam 9-10 pagi. Saat itu saya sempat berpikir kurang yakin, Wah
bahkan jamnya saja sudah ditentukan sejak mendaftar lewat aplikasi? Bisa
terlaksana tidak ya ini? Selain itu, meskipun di aplikasi juga tertera bahwa
saya hanya perlu membawa paspor lama dan KTP, saya tetap menyiapkan fotokopi
kartu keluarga dan akte kelahiran, untuk berjaga-jaga kalau-kalau saya dimintai
dokumen-dokumen lain itu.”
“(Oh ya, kalau menurut notifikasi di aplikasi, harusnya
sih setelah mendapatkan jadwal, kita juga akan dapat surat elektronik… tapi
ternyata saya tidak dapat. Jadi saya hanya mengandalkan QR code yang saya
dapatkan di aplikasi.)”
“Akhirnya tibalah hari yang saya pilih saat mendaftar
lewat aplikasi. Meskipun saya mendapatkan jadwal jam 9 pagi, saya tetap datang
pagi-pagi, lagi-lagi karena masih belum yakin bahwa pelaksanaan pengajuan
paspor bisa lancar. Saya tiba sekitar pukul tujuh di kantor imigrasi Warung
Buncit. Tempat parkir yang dulu biasa penuh kini sepi, dan tidak terlihat pula
orang ramai. Hanya ada beberapa satpam di sebelah depan. Salah seorang di
antaranya sepertinya sedang menerangkan tentang aplikasi di telepon genggam
kepada dua orang perempuan yang naga-naganya datang tanpa mendaftar terlebih
dahulu. Satpam lain bertanya kepada saya yang mendekat, “Sudah mendaftar,
Mbak?” Saya jawab “sudah” sambil menunjukkan QR code di telepon genggam saya.
Dengan gerakan tangan ia mempersilakan saya masuk. “Silakan ke ruang tunggu di
sana ya Mbak, nanti pukul setengah delapan akan ada satpam yang mengarahkan.”
Saya pun masuk ke
ruang tunggu yang berpendingin udara. Sudah ada sejumlah orang lain, namun
jumlahnya tidak sampai memenuhi seluruh kursi di ruangan itu. Belum lama saya
duduk, sekitar pukul 7.15, seorang satpam datang dan menanyakan apakah ada
pelamar paspor yang berusia di atas 60 tahun, dan kalau ada, ia minta mereka
mengikutinya. Sejumlah penunggu pun berdiri dan mengikuti satpam tersebut.
Rupanya mereka didahulukan. Sekitar sepuluh menit kemudian, satpam yang sama
datang lagi. Kali ini ia menanyakan siapa yang dapat giliran pukul 8 dan
mempersilakan mereka mengikutinya. Sebagian besar orang di ruang tunggu itu
berdiri. Rupa-rupanya hanya saya dan beberapa orang lain yang datang terlalu
cepat. “Giliran saya jam 11, lho!” Saya mendengar salah seorang yang duduk di
belakang saya menceletuk.
Beberapa lama
kemudian, seorang satpam berbeda datang. “Ada yang gilirannya jam 8 lagi?”
Tidak ada. “Kalau begitu silakan semuanya mengambil nomor di lantai dua.” Kami
pun berpindah ke lantai dua. Di depan tangga (ada lift juga, ngomong-ngomong,
siapa tahu Anda memerlukan bantuan lift), ada meja petugas yang harus kita
datangi terlebih dahulu dan menunjukkan QR code di telepon kita. Petugas
tersebut memindai QR code tersebut dan menanyakan apakah kita akan membuat
paspor baru atau memperpanjang. Kita diminta menunjukkan paspor asli, yang
datanya dicocokkan dengan data yang kita masukkan ke aplikasi saat mendaftar.
Petugas lantas menyerahkan kepada kita secarik kertas dengan nomor antrian dan
nama kita tercetak di atasnya. Saya mulai terkagum-kagum, wah, sampai nomor
antrian pun seterperinci ini. Ia juga berpesan agar menyiapkan paspor lama dan
fotokopi KTP (kalau Anda lupa, di lantai dua ini ada kios fotokopi).
Saya mengarah ke
tempat menunggu yang dipisahkan oleh dinding kaca dari deretan meja-meja
petugas pengurus pembuatan/perpanjangan paspor. Kalau saya tidak salah hitung,
ada 14 meja petugas. Semua tampak dilengkapi nomor yang jelas, komputer, dan
kamera. Layar-layar besar menunjukkan kepada pengantri, nomor berapa yang sudah
dipanggil untuk mendapatkan giliran dan meja mana yang harus didatangi pemegang
nomor bersangkutan. Oleh karena berpikir mungkin saya harus menunggu agak lama,
saya membuka netbook dan berpikir untuk meneruskan pekerjaan…
Eh, tahu-tahu
nomor dan nama saya sudah muncul di layar, diminta datang ke meja 12! Agak
kalang kabut saya membereskan bawaan dan bergegas ke meja 12. Petugas meminta
nomor antrian saya, juga paspor lama, selembar fotokopi paspor, dan selembar fotokopi
KTP. Data-data saya langsung muncul di komputer begitu nomor antrian saya
dipindai oleh petugas. Ia membandingkan sebentar data di komputer dengan data
paspor saya. Tidak lama petugas berkata, “Mau rapikan rambut dulu?” Rupanya
saya memang akan langsung difoto saat itu juga, tidak seperti dulu ketika saya
harus melalui beberapa tahap sebelum dapat giliran difoto di tempat terpisah
dari meja penerima dokumen. Lucunya, mbak di meja 12 ini bahkan menyediakan
cermin kecil agar kita bisa merapikan diri! Rambut saya sih… yah, masih rapi
lah. Eh, tapi kok ada jerawat satu… Ini ga bisa di-photoshop biar hilang, Mbak?
(Ngelunjak.)
Si Mbak lantas
memotret saya, dan kemudian memindai kesepuluh sidik jari saya. Foto dan sidik
jari saya langsung masuk ke data di sistem dan terlihat di layar komputer. Si
Mbak juga menanyakan jenis paspor apa yang saya inginkan (elektronik atau
biasa), wawancara singkat (“Membuat paspor karena mau ke mana?”), dan apakah
data-data saya sudah betul. Setelah semua dipastikan beres, ia mencetakkan
bukti pengantar pembayaran.
“Bayar secepatnya aja ya Mbak. Di bawah
juga bisa, di BRI, tunai.” Saya bengong.
“Sudah, Mbak? Nanti saya kembali lagi ke Mbak untuk menyerahkan ini?” “Nggak,
nanti pas ambil paspor, cukup bawa bukti pembayaran.”
Masih tidak
percaya, saya berterima kasih dan meninggalkan meja 12. Saya kembali ke lantai
1, di mana terdapat sebuah cabang BRI kecil. Di depan saya hanya ada satu orang
sehingga saya juga tidak perlu lama-lama mengantri. Bukti pengantar pembayaran
dipindai, saya membayar, lalu bukti sebelah atas disimpan oleh pihak bank,
bukti sebelah bawah diserahkan kepada saya kembali.
Selesai.
HAH, SELESAI??
Saya menatap jam
di telepon genggam dengan tidak percaya. Baru pukul 8.25! Proses yang dulu
memakan waktu berjam-jam sudah selesai! Gila! Saya pun meninggalkan kantor
imigrasi, kembali ke kantor. Pukul 9 saya sudah berada di meja kerja. Tidak
perlu bolos seharian!
Saya masih
bertanya-tanya, kalau pengambilan paspornya lancar juga tidak, ya? Pembuatan
paspor biasanya butuh waktu 3 hari kerja, tapi saya datang di hari keempat.
Pengambilan paspor dibuka pukul 9 sampai pukul 4 sore, namun saya memilih
datang saat jam makan siang dan tiba pukul setengah satu lewat sedikit. Saya
langsung menuju lantai 2. Di sini terlihat ada antrian di depan petugas yang
menyerahkan nomor antrian pengambilan paspor. Oh, ternyata komputernya sedang
di-restart, mungkin tadi ada gangguan sedikit. Tidak berapa lama kami menunggu,
komputer kembali bekerja, dan petugas pun kembali menerima pengambilan nomor
antrian. Hanya butuh waktu sebentar sampai tiba giliran saya. Dipikir-pikir
kalau komputer tidak sempat di-restart, berarti kami bahkan tidak perlu
mengantri lagi!
Bukti pembayaran
saya dipindai, dan lagi-lagi saya mendapatkan nomor antrian yang dilengkapi
nama. Saya lantas menuju loket pengambilan paspor dan duduk di salah satu kursi
yang tersedia. Hanya dalam waktu sepuluh menit, nomor dan nama saya telah
muncul di layar. Saya bergegas menuju loket, dan petugas langsung menyerahkan paspor
lama dan paspor baru saya, serta meminta saya menuliskan nama dan nomor telepon
serta membubuhkan tanda tangan di sebuah buku catatan pengambil paspor.
Sudah!
Lah, sewaktu tiba
di loket, paspor saya sudah tersedia, berarti paspor saya diambilnya sebelum
itu kan? Berarti ketika bukti pembayaran saya dipindai, petugas di bagian
pengambilan paspor juga langsung memperoleh informasi tentang saya sehingga
langsung bisa mencarikan paspor saya dan menyerahkannya begitu nomor saya
dipanggil. Hebat!
Akhirnya, saya
menghabiskan tidak sampai setengah jam saat pengambilan paspor. Saya lebih lama
menghabiskan waktu di jalanan untuk bolak-balik ke kantor gara-gara macet.
Saya benar-benar salut
dengan sistem baru yang diterapkan Imigrasi dalam pembuatan paspor ini.
Moga-moga, sistem ini bisa segera digunakan juga di kantor-kantor imigrasi
lain, agar proses pembuatan paspor di mana pun menjadi efektif dan efisien,
tidak membuang-buang waktu. (SN)
0 Komentar