Menteri Keuangan Sri Mulyani. |
JAKARTA, KORANTRANSAKSI.com - Presiden RI Joko
Widodo, pada tanggal 8 Mei 2017 yang lalu telah mengundangkan Perppu Nomor 1
Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan,
Perppu tersebut juga telah dikoordinasikan dengan lembaga terkait, seperti Bank
Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan.
Menteri Keuangan
Sri Mulyani lndrawati, menekankan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk
Kepentingan Perpajakan. Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan
untuk Kepentingan Perpajakan. PMK 70/PMK.03/2017 berlaku sejak tanggal
diundangkan yaitu 31 Mei 2017 lalu.
Sri Mulyani
lndrawati menjelaskan, tata cara dan prosedur pelaporan informasi keuangan,
identifikasi rekening, kewajiban dokumentasi lembaga keuangan, sanksi bagi
lembaga keuangan yang tidak patuh, kerahasiaan informasi keuangan yang diterima
Ditjen Pajak, serta ancaman pidana bagi petugas pajak yang tidak memenuhi
ketentuan kerahasiaan informasi.
Menurut staf Ahli
Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Suryo Utomo, bahwa PMK 70/2017
mengatur tata cara akses pertukaran informasi keuangan perpajakan agar bisa
dijalankan untuk kepentingan dalam negeri dan implementasi perjanjian
internasional.
Suryo menjelaskan
penyampaian informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan dilakukan dengan
dua cara, yakni secara otomatis tanpa dilakukan permintaan dan dengan
permintaan. "Yang otomatis adalah informasi yang terekam dalam satu
periode waktu dan mulai berlaku untuk pelaksanaan transmisi di 2018 atas saldo
atau keadaan 2017,” ujar Suryo.
Dia melanjutkan,
Bentuknya bisa elektronik maupun non-elektronik. Penyampaian yang sifatnya
otomatis disampaikan melalui OJK sebelum ke Ditjen Pajak. Informasi yang
diminta antara lain identitas pemegang rekening keuangan, nomor rekening
keuangan, identitas lembaga keuangan yang melaporkan, saldo dari rekening
keuangan per 31 Desember 2017 untuk pelaporan yang pertama, dan penghasilan
terkait dengan rekening keuangan.
Meyakinkan Dunia Internasional
Setelah penerbitan
aturan turunan itu, dalam waktu dekat, Sri mengaku akan menghadiri The
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) Ministerial
Council Meeting di Paris, Prancis untuk menandatangani Multilateral Instrument
(MLI) to implement tax treaty related measure to prevent Base Erosion and
Profit Shifting (BEPS), pada 7 Juni 2017.
Tujuan
penandatanganan tersebut adalah untuk memutakhirkan Persetujuan Penghindaran
PEEK Berganda (P38) guna mengurangi potensi adanya tindakan penghindaran pajak
dari perusahaan multinasional. Sri juga akan melakukan pertemuan dengan
Direktur Center for Tax Policy and Analysis OECD untuk membicarakan kesiapan
legislasi domestik Indonesia terkait implementasi atau Automatic Exchange of
Information (AeoI).
Di pertemuan itu,
Sri ingin memastikan bahwa Indonesia tidak akan dilaporkan sebagai negara yang
gagal memenuhi komitmennya atau dikelompokkan sebagai non-cooperative
jurisdiction pada G20 Leaders Summit di Jerman pada Juli 2017 mendatang.
Disamping itu
Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) menggelar rapat kerja bersama
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati,
untuk memberikan penjelasan terkait dengan peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi
Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Sri Mulyani
menjelaskan, latar belakang perppu tersebut diawali dari krisis keuangan pada
2008 lalu, yang menimbulkan kontraksi dan ketidakpastian perekonomian dunia,
termasuk Indonesia. Situasi itu kemudian mempengaruhi penerimaan pajak negara
maju dan berkembang. Sri Mulyani mengatakan, ini menjadi perhatian dunia karena
menggerus basis penerimaan pajak di negara maju dan berkembang. "Modusnya
dengan menyimpan aset di negara suaka pajak atau tax haven,” jelasnya.
Karena itu,
menurut dia, negara-negara di dunia serta organisasi internasional bahu-membahu
mengatasi persoalan tersebut, termasuk Indonesia bersama anggota G20 lain. “Diperlukan
kerja sama internasional, terutama kerja sama pertukaran informasi antar-otoritas
perpajakan," katanya. Kemudian pada 2009 lalu dideklarasikan langkah untuk
transparansi perpajakan dan dikenal sebagai era berakhirnya kerahasiaan
perbankan untuk kepentingan perpajakan. (ZIK/RN/SN)
0 Komentar