AKHIR-akhir
ini, banyak kalangan berbicara tentang Pancasila dan NKRI. Bahkan gema hari
lahir Pancasila yang kita peringati pada tanggal 1 Juni 2017 yang baru lalu,
melahirkan semangat dengan ucapan: “Saya Pancasila, Saya Indonesia!”.
Kita
sangat bersyukur, bila Pancasila benar-benar bergema seperti ucapan tersebut di
atas, ditengah dugaan, bahwa Pancasila hampir dilupakan oleh sebagian bangsa,
terutama generasi muda kita. Karena pelajaran Pancila, terus seolah semakin
“dikerdilkan” dalam system pendidikan nasional kita. Semoga teriakan “saya
Pancasila & saya Indonesia” sedikitpun tidak ada unsur “pencitraan”. Jadi
benar-benar murni dari hati nurani.
Kemudian
kekahawatiran timbul, ketika anak-anak sekolah, bahkan sebagian di tingkat
“mahasiswa” sudah hampir lupa dengan susunan kalimat Pancasila, secara
berurutan. Nah, kalau judul-judul dari sila-sila Pancasila saja di kalangan
pelajar dan akademisi mereka sudah lupa, bagaimana tentang makna dari Pancasila
itu sendiri (?) dan bagaimana terhadap masyarakat umum kita. Semestinya kita
sebagai bangsa, merasa bangga memiliki dasar Negara Pancasila! Karena pelajaran
yang ada pada Pancasila sangat luar biasa yang diawali dengan keyakinan kita bahwa
hidup manusia sesungguhnya “ada” yang mengawasi yaitu Tuhan Yang Maha Esa (Tauhid).
Dengan
pemahaman seperti itu, manusia Pancasila hidup sangat berhati-hati. Arinya,
menjadi sangat menjunjung tinggi hubungan dan pergaulan antar sesama manusia
dan manusia dengan lingkungannya (hablum
minannas). Dengan demikian, terciptalah masyarakat yang saling
hormat-menghormati dan sangat menghargai tanpa melihat status sosialnya, yaitu
harta atau pendidikan dan jabatan. Ini menjadikan manusia tidak sanggup lagi
berbuat sombong, karena mereka sudah menyadari,
bahwa kekayaan dan kemiskinan itu adalah sebuah ujian bagi manusia.
Manusia
Pancasila tidak lagi saling menjatuhkan ketika ia hidup berkelompok (baca: ber-Partai). Tidak akan pernah ada
“politik kotor” untuk menjatuhkan lawan, apalagi saling fitnah, jika ia benar
sebagai manusia ber-Pancasila. Berpolitik bukan lagi untuk mengejar kekuasaan
atau jabatan, tetapi strategi “bersih” untuk mesejahterakan rakyat di bawah
perlindungan dan pengawasan Tuhan Yang Maha Kuasa. Jadi manusia Pancasila,
tidak takut dengan BPK, KPK dan urusan hukum, wong ia sudah lebih sadar, bahwa ia sedang di awasi oleh Sang pencipta, Tuhan Yang
Maha Esa-sila Pertama Pancasila!
Hidup
berdampingan antar suku, ras, agama secara “jujur”, tidak ada lagi niat untuk “menguasai’ dan dikuasai, semua hidup
dalam suasana kekeluargaan yang sangat tinggi. Begitulah baru kita kutip saja
sedikit tentang Pancasila, yaitu sila Ketuhanan Yang Maha esa, maknanya sudah sangat
dalam pada tatanan kehidupan yang saling menghargai. Hidup berdampingan secara
jujur, aman, damai dan sejahtera itulah, tujuan dari Bhineka Tunggal Ika. Jika
manusia Pancasila itu benar-benar “mengamalkannya”, maka penerapan UUD 1945
dilakukan sudah dengan mudah, dan wujud murni NKRI akan Nampak dengan jelas
tanpa ada hambatan apapun.
Khawatir
Dalam
ajaran Islam, diriwayatkan bahwa sesungguhnya “Iblis” atau Setan, tidak suka melihat manusia (anak cucu
Adam AS) hidup dengan tentram dan damai di bumi ini. Caranya bisa
bermacam-macam. Iblis dikenal paling mahir/ahli
dalam merayu manusia, termasuk upaya penjebakan, tentunya dengan
instrument-instrumen “kesenangan”. Cara merusaknya melalui apa yang sering
disukai oleh manusia: harta, jabatan,
pujian kemuliaan dan seterusnya.
Yang
kita bangsa Indonesia khawatir adalah hidup yang sudah tertata rapih, aman,
nyaman, damai, dengan Pancasila, Bhineka Tunggal Ika dan UUD 1945-nya, akan di-porakporanda-kan oleh iblis secara
sistematik. Orang Betawi bilang: dengan cara
main bokong!
Yaitu
rencana jahat jangka panjang (RJJP)! Inilah yang selalu kita bangsa Indonesia
khawatirkan! Betapa tidak, karena iblis itu sendiri bisa berubah dalam bentuk manusia.
Kita di
dalam (nasionalisme) Indonesia, bisa bersatu hidup dengan Bhineka Tunggal Ika-nya.
Namun boleh jadi justru yang di “luar” lah yang kita khawatir terus tak
henti-hentinya (seolah tak pernah bisa
tidur) untuk melakukan cara-cara memecah-belah bangsa yang didukung dengan
kekuatan keuangan, teknologi maupun komunikasi (mass media). Dengan kekuatan
itulah mulai di bangun “proyek” memecah belah bangsa Indonesia dengan NKRI-nya
dengan menerapkan RJJP.
Empat Pilar
Salah
satu upaya untuk “melawan” niat buruk (memecah belah bangsa) Iblis ini maka
sangat diperlukan “sosialisasi” Empat Pilar yang tak kenal henti, yaitu dengan
memasukkan empat pilar kedalam sistem pendidikan nasional kita yang dikemas secara
baik dan kekinian. ” Ah itu berlebihan!” Nah, inilah kalimat pertama biasanya
yang dilontarkan oleh anasir-anasir
yang diduga sebagai “radar” yang ada di dalam Negara kita untuk melemahkan dan
ini bagian dari RJJP-nya, yaitu menggunakan “orang dalam” yang bisa di
manfaatkan dengan baik untuk melemahkan kewaspadaaan nasional kita.
Tidak
sedikit kata-kata pelemahan muncul
ketika seorang pejabat Negara membuat statement tentang kewaspadaan nasional,
yang nada pelemahan itu justru dari kalangan intelektual kadang bahkan
“lulusan” luar negeri! Bangsa Indonesia jangan terlalu mendewakan “gelar” luar
negeri sekarang, jangan melihat orangnya, tapi coba perhatikan perkataannya,
sejauhmana manfaatnya bagi bangsa dan negara. Dengan enteng terkadang seseorang
mudah saja mengatakan: “Ah sudah usang itu empat pilar”. Terlihat enteng, tapi
ini sungguh-sungguh cara pelemahan atau
pengkhianatan yang nyata!
Dalam
perjalanan bangsa ke depan, bangsa Indonesia tidak boleh lengah.
Ancaman-ancaman dari luar maupun (diduga) sudah ada bibitnya yang tumbuh di dalam, untuk memecah-belah keutuhan NKRI, mau
tidak mau empat pilar harus secara terus menerus disosialisasikan, di bumikan
dan di amalkan oleh masyarakat, bangsa dan Negara.
Aparat Pemerintah
Para
penyelenggara Negara, baik kalangan eksekutif, legislative dan yudikatif
semuanya adalah aparat Negara harus yang lebih dahulu “memahami” maksud, tujuan
dan makna empat pilar di negeri ini. Aparatur pemerintah adalah terdepan dan
berani “meluruskan” setiap kali terjadi pembengkokan, penyelewengan terhadap
empat pilar ini. Rasa nasionalisme TNI dan POLRI wajib di atas rata-rata rakyat
dan bangsa Indonesia. TNI dan POLRI adalah dwi tunggal dalam menghadapi setiap
rongrongan yang bersifat menggoyahkan, atau sikap dan tindakan memecah belah
NKRI.
Rongrongan terhadap
NKRI yang paling dahsyat adalah masalah ekonomi (baca: duit!). Dengan duit:
banyak orang lupa bahwa dirinya adalah penegak hukum; bahwa dirinya adalah
anggota Dewan yang terhormat; banyak orang lupa bahwa dirinya adalah seorang
“pejabat” Negara, bahkan, banyak orang rela diperintah
oleh si pemberi duit, untuk melakukan apa saja, termasuk diduga untuk
memecahbelah NKRI! Namun jika jiwa Pancasila-nya benar-benar hidup, maka tidak
ada aparat pemerintah yang “gelap mata” hingga mengorbankan bangsa dan
negaranya. Apalagi semangat “Saya Indonesia, Saya pancasila” sudah bergema
kembali mulai 1 Juni 2017 lalu! Semua harus berbenah, semua harus “bangun dari
tidurnya” untuk mengamalkan Empat Pilar secara konsekuen, bersih dan berani demi
mempertahankan dan melestarikan NKRI. ***
0 Komentar