Penanganan Industri Gula dalam Negeri yang semakin kacau (foto:dok) |
JAKARTA,
KORANTRANSAKSI.Com - Aneh bin ajaib memang. Gula sudah
menjadi kebutuhan tak terpisahkan dari masyarakat nusantara sejak jaman
kolonial Hindia Belanda. Tak heran bila pemerintah Hindia Belanda ( penjajah )
dari Eropa saat itu membangun perkebunan tebu di berbagai daerah di bumi
nusantara karena komoditi satu ini dinilai memiliki masa depan yang cukup cerah
dan berpotensi menghasilkan pundi-pundi penjajah.
Setelah kemerdekaan,
pemerintah Indonesia terus mempertahankan perkebunan-perkebunan tebu yang telah
dibangun kolonial. Bahkan pemerintah lalu membuka lahan-lahan baru untuk
membangun industri gula nasional. Pemerintah juga membentuk perusahaan negara
untuk mengelola perkebunan-perkebunan tebu tersebut, baik milik pemerintah
maupun milik rakyat serta menunjuk beberapa instansi dan BUMN untuk menangani
kebutuhan gula nasional.
Dari tahun ke
tahun, Industri satu ini – boleh
dibilang – hidup segan mati pun tak mau. Persoalan kebutuhan gula nasional seolah
menjadi “penyakit aneh” yang muncul dan kronis setiap menjelang hari-hari besar
dan hari-hari raya keagamaan seperti; natal, tahun baru, imlek, puasa dan lebaran.
Lucunya, setiap tahun
pemerintah selalu menerbitkan berbagai regulasi tentang komoditi satu ini
karena dinilai produk dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Regulasi itu biasanya terkait kuota dan importasi gula, harga gula, dan
sebagainya.
Karena produk dalam
negeri dinilai belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri, maka regulasi
dinilai bagai obat mujarab yang bisa menghilangkan rasa sakit dari penyakit
kronis tahunan itu. Regulasi tersebut
selalu terkait importasi gula. Belum termasuk harga yang selalu
berfluktuatif bahkan melambung tinggi dan membuat masyarakat bagai makan buah
simalakama.
Lalu muncul pertanyaan, apakah pemerintah serius mengelola industri
gula dalam negeri dari hulu hinggga hilir ? Kalau memang serius, mengapa
kondisi seperti ini muncul setiap tahun ?
Masyarakat dari tahun
ke tahun terus bertanya, sejauhmana pemerintah mengelola industri satu ini ?
Dan, jangan lupa. Setiap tahun pemerintah terus mengeluarkan regulasi untuk
importasi gula, baik gula mentah ( raw sugar ) maupun gula kristal.
Pemerintah seolah tidak
punya solusi lain mengatasi persoalan ini, dari pemerintah ke pemerintah. Lalu,
muncul pertanyaan, kemana saja anggaran negara yang dialokasikan untuk
mempertahankan dan meningkatkan industri ini dalam memenuhi kebutuhan gula
nasional ? Apakah Indonesia kekurangan lahan untuk perkebunana tebu ? Apakah
Indonesia kekeurangan pupuk untuk kebutuhan perkebunan tebu ? Apakah tidak ada
anggaran untuk industri ini ? Apakah tidak ada instansi pemerintah atau BUMN
yang mengangani indutri satu ini ? Dan, apa saja yang dilakukan intansi
pemerintah terkait dan BUMN yang menangani industri ini ? Artinya, dari tahun
ke tahun tetap amburadul penanganan industri gula nasional.
Nasional Corruption
Watch ( NCW ) minta Presiden Joko Widodo agar segera membentuk Badan Khusus untuk
mengungkap penyebab industri gula nasional tidak ada peningkatan untuk
mengatasi kebutuhan gula nasional. (TIM)
0 Komentar