Pemugaran makam Syekh Mato Aie “ yang bernama Aminullah Bin Abdullah, pada tanggal 8 September 2015 oleh cucunya Syaiful Nazar Tuangku Awal, sebagai juru kunci Bastani Nazar (Foto:dok) |
PAKANDANGAN
– KORAN TRANSAKSI.Com -
“Syekh Mato Aie “ yang bernama Aminullah Bin Abdullah, merupakan seorang
ulama terpandang di Alam Minang Kabau. Kurangnya sosialiasasi pengenalan di
alam minang kabau tentang wisata relegius sehingga banyak orang tidak
mengenalnya, padahal itu adalah merupakan aset yang tak ternilai yang patut
untuk digali.
Syekh Mato Aie “ yang
bernama Aminullah Bin Abdullah, itu memperkenalkan agama islam di Minang Kabau
sangat disegani, dan di hormati. Berasal dari daerah Nagari Pakandangan
Kecamatan Enam Lingkung Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, Indonesia.
Setiap tahun pada acara-acara tertentu ramai jamaah yang mengunjungi Makam
sangat ramai sekali.
Wafatnya ulama besar
Syekh Mato Aie, yang mengajarkan Syiar Islam di alam Minang Kabau bernama
Muhammad Aminullah Bin Abdullah pada tahun 1926 (Lahir pada Senin 1789- wafat
bulan September, pada Senin 1926) dalam usia 137 tahun.
Seorang ulama besar yang
berasal dari Nagari Kampuang Pandan, Labuak Pandan, Pakandangan, Kabupaten
Padang Pariaman, banyak yang dapat dipetik pelajaran baik untuk hidup di dunia
maupun di akhirat dalam bidang agama khususnya agama Islam.
Beberapa bulan sebelum
beliau (Syekh Mato Aie-red) meninggal dunia pada Tahun 1926, Syekh Mato Aie
meminta kepada Piak Banyak kemenakannya (Nenek Ali Imran) untuk membawa cucunya
Ali Imran yang sekarang telah menjadi Syekh Ali Imran Bin Hasan, Ulama dan guru
besar di Minang Kabau ( Almarhum - Red ) ( Pendiri Pondok Pesantren Nurul Yaqin
Ringan-Ringan PakandangaPadang Pariaman), untuk dihadirkan kehadapannya.
Syekh Mato Aie, juga
meminta kepada cucunya yang bernama Siti Baheram, agar membawa anaknya yang
bernama Muhammad Nazar, untuk dihadirkan juga kepadanya.
Maka kedua-duanya Ali
Imran dan Muhammad Nazar di hadapkan kepada Syekh Mato Aie. Nenek Ali Imran
yang bernama Piak Banyak berkata, “Iko cucu ambo mak Ungku” (ini cucu saya
Ungku). Syekh Mato Aie menjawab, “Oh, iko cucu engkau Piak Banyak, anak Pakiah
Hasan dan Marin?” (Oh ini cucumu Piak Banyak, anak dari Pakiah Hasan dan
Marin), dan kepada cucunya Siti Baheram juga dikatakan (Ikonyo anak engkau
Beram dari suami engkau Sidi Ali Akbar, yang bernama Muhammad Nazar, lalu
Baheram menganggukan kepalanya). Siti Baheram, seraya bertanya kepada Inyiek
Ungku Syekh Mato Aie, (Baa si Nazar ko Gadang nyo nanti lai nak kamanjadi
urang, (Bagaimana besarnya nanti Muhammad Nazar ini), tanya Baheram kepada
Inyiak Syekh Mato Aie? Dijawab oleh Inyiak Syek Mato Aie, Inyo nanti akan
menjadi urang gadang mah (Dia mengatakan bahwa Muhammad Nazar akan menjadi
orang yang sangat dihargai).
Maka kemudian Syaikh Mato
Aie menggendong Ali Imran mendudukannya dipangkuan sebelah kanan Syekh Mato
Aie, sambil meniupkan beberapa kali ke kekepala Ali Imran demikian juga
kekepala Muhammad Nazar, dengan memperlakukannya secara bersamaan. Namun
kemudian, Inyiak Syekh Mato Aie menggulirkan limau manih (jeruk) ke tangan Ali
Imran sebelah kanan.
Lalu Ali Imran kecil,
mengembalikan limau manih itu kepada Inyiek Syekh Mato Aie. Kemudian Inyiak
Syekh Mato Aie berkata, “Iko cucu engkau Piak Banyak, paliharo baiak-baiak,
iko nan ka managakkan kaji awak kudian (Ini cucu engkau hai Piak Banyak,
peliharalah baik-baik, karena dia yang akan meneguhkan paham pengajian kita
kelak) "
Kepada Muhammad Nazar,
yang duduk di pangkuan sebelah kiri juga digulirkan limau manih (jeruk) oleh
Inyiak Syekh Mato Aie, oleh Muhammad Nazar, limau manih itu digigit/dimakannya
kemudian limau dikembalikan kepada Inyiek Syekh Mato Aie.
Syekh Mato Aie seraya
berkata kepada cucunya Baheram, “Iko Muhammad Nazar kalau gadang nantinya, akan
menjadi urang cadiak pandai (Iko Muhammad Nazar, kalau besar nanti akan menjadi
orang terpandang dan pintar). Inyiak Syekh Mato Aie, memerintahkan kepada Cucunya
Siti Baheram, agar menjaga baik-baik dan perhatikan pendidikannya. oleh Zikri Nazar ( bersambung )
0 Komentar