Tiga terdakwa saat dibawa ke Pengadilan Tipikor Serang (Foto:dok) |
Dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Sumantono, ketiga terdakwa diadili secara bergantian. Oknum pejabat Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) Ahmad Gunawan menjadi terdakwa pertama diadili.
Selain diganjar pidana
penjara selama 15 bulan, pejabat pembuat komitmen (PPK) tersebut juga diganjar
dengan sebesar Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan dan uang pengganti atau kerugian
negara sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan.
Terdakwa sendiri dalam
uraian vonis yang dibacakan, telah mengembalikan uang Rp 500 juta kepada
Kejaksaan Negeri Serang, sehingga dibebaskan dari ancaman kurungan 6 bulan.
“Uang tunai Rp 500 juta
dititipkan ke rekening Kejaksaan Negeri Serang,”ujar Sumantono dalam sidang
yang dihadiri JPU Kejari Serang A. R. Kartono.
Majelis menilai,
perbuatan terdakwa bersama dua terdakwa lain, yakni Ali Takwin Muktar dan Wiarso
Joko Pranolo, telah terbukti secarah sah dan meyakinkan melanggar Pasal 3 UU
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana
telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Usai pembacaan vonis,
terdakwa langsung menyatakan menerima. Sedangkan JPU kejari Serang A.R. Kartono
menyatakan pikir-pikir. Kemudian, tak berselang lama Project Manager PT Tidar Sejahtera
Wiarso Joko Pranolo didudukan kursi panas Pengadilan Negeri (PN) Serang.
Sama halnya dengan
Ahmad Gunawan, Wiarso diganjar pidana penjara selama 15 bulan dan denda Rp 50 juta
subsider 3 bulan.
Oleh hakim, Wiarso
tidak dijatuhi pidana berupa uang pengganti karena dianggap tidak menikmati
kerugian negara. “Menerima,” ujar Wiarso menanggapi vonis tersebut dan
ditanggapi JPU dengan pikir-pikir.
Setelah Ahmad Gunawan
dan Wiarso giliran Direktur PT TS Takwin Ali Muktar. Kendati dijatuhi vonis
yang sama, namun Ali diganjar pidana tambahan paling besar yakni Rp 4,7 miliar subsider
6 bulan penjara. Vonis yang dijatuhkan
majelis hakim tersebut didasarkan pertimbangan hal-hal yang memberatkan dan
meringankan.
“Hal yang memebratkan
perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan
korupsi,”kata Sumantono.
Sedangkan hal yang
meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan, mengembalikan kerugian
negera dengan menyerahkan aset tanah kepada Kejari Serang. Menanggapi vonis tersebut,
terdakwa menyatakan menerima sedangkan JPU pikir-pikir.
Vonis yang dijatuhkan
hakim tersebut lebih renda dari tuntutan JPU yakni pidana penjara selama 22
bulan penjara terhadap ketiga terdakwa. Ketiga terdakwa dituntut membayar denda
masing-masing sebesar Rp50 juta subsider empat bulan kurungan. Khusus Wiarso
Joko Pranolo, tidak diwajibkan membayar uang pengganti.
Sementara Ahmad Gunawan
dan Takwin Ali Muchtar diwajibkan membayar uang pengganti. Ahmad Gunawan
diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp500 juta subsider satu tahun
penjara. Sedangkan, Takwin Ali Muchtar diwajibkan membayar uang pengganti
sebesar Rp4,7 miliar lebih subsider satu tahun penjara.
Diketahui sebelumnya,
Ahmad Gunawan diangkat sebagai PPK pada Maret 2014 menggantikan PPK sebelumnya,
Mohammad Ridwan. Pada Mei 2014 diadakan lelang proyek pembangunan selter.
Setelah evaluasi
kualifikasi dilakukan oleh Pokja ULP, PT TS ditetapkan sebagai pemenang lelang,
sementara PT Uno Tanoh Seuramo dinyatakan sebagai pemenang cadangan. Seusai dinyatakan
sebagai pemenang, Ahmad Gunawan menghubungi Takwin Ali Muchtar untuk bertemu.
Atas bantuan Project
Manager PT TS Wiarso Joko Pranolo, pertemuan antara Ahmad Gunawan bertemu
dengan Takwin Ali Muchtar di sebuah mal di Jakarta Timur. Saat itu, Ahmad
Gunawan meminta fee delapan persen dari nilai kontrak. Tetapi ditolak oleh
terdakwa Takwin Ali Muchtar.
Ahmad Gunawan kembali
meminta bertemu Wiarso Joko Pranolo. Keduanya bertemu di Kantor Satker PBL
Provinsi Banten. Saat itu, Ahmad Gunawan meminta uang sebesar Rp500 juta sebagai
kompensasi penyelesaian kios di sekitar lokasi proyek. Wiarso Joko Pranolo
menyampaikan belum bisa menyanggupi.
Pemberian uang itu
dilaksanakan bertahap. Pada Juli atau Agustus 2014, uang sebesar Rp300 juta
diserahkan Wiarso kepada Ahmad Gunawan di Bank BJB Cabang Serang. Pada Oktober
2014, Wiarso kembali menyerahkan uang Rp100 juta kepada Ahmad Gunawan di area
parkir minimarket di simpang Boru Serang.
Disusul, pemberian pada
November 2014 dari Wiarso kepada Ahmad Gunawan sebesar Rp50 juta di pinggir
jalan simpang tiga Labuan, Kabupaten Pandeglang. Kemudian, Wiarso Joko Pranolo menyerahkan
uang sebesar Rp50 juta di area parkir Carrefour Jakarta Timur.
Saat proyek
dilaksanakan, perusahaan pemasok beton telah melakukan uji laboratorium
terhadap beton yang dikirim. Pengujian tersebut tidak dilakukan secara
bersama-sama dengan PT TS. Selain itu, tidak dilakukan pengujian beton
terpasang padahal konsultan pengawas menyarankan untuk dilakukan pengujian mutu
beton terpasang.
Wiarso dan Gunawan
tidak melakukan pengujian beton dengan alasan sudah dilakukan pengujian laboratorium.
PT TS juga tidak menggunakan tenaga ahli untuk melakukan pemasangan beton yang termuat
dalam syarat khusus kontrak. Proyek tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan ahli
tidak sesuai dengan spesifikasi sehingga merugikan keuangan negara. (yus)
0 Komentar