Tangsel,KORANTRANSAKSI.Com - PROYEK sertifikasi PTSL-PRONA di Tangerang Selatan
dikeluhkan warga yang sampai saat ini belum menerima sertifikat yang
digembar-gemborkan gratis tersebut. Beberapa kelurahan yang berhasil dipantau
awak media, rata-rata mengeluhkan lambatnya proses tersebut karena beberapa
hal. Diantaranya keterbatasan tenaga juru-ukur dari BPN setempat. Kemudian
kurangnya sosialisasi sehingga banyak warga yang tidak melengkapi dokumen-dokumen
yang dibutuhkan.
Iming-iming “gratis” yang dilontarkan Presiden Jokowi juga menuai
masalah. Karena ternyata dalam perjalanannya, banyak komponen yang memang harus
dibayar selain kebutuhan hampir 12 lembar meterai yang harus dibeli kontan.
Belum lagi biaya-biaya operasional yang tidak mungkin bila tanpa uang,
termasuk jasa pengisian formulir yang buat warga awam jelas masih bingung.
Apalagi dalam kapasitas yang tidak sedikit, mencapai ribuan paket permohonan
sertifikat untuk satu kelurahan saja. Beban yang juga dirasakan warga pemohon, bukan hanya
harus melunasi PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), tetapi juga mereka harus menyetor
BPHTB dan SSB ke kas daerah yang bila dikalkulasi total, jumlahnya cukup
lumayan.
Yang sulit dihindari adalah biaya tak terduga menyangkut kebutuhan transportasi dan operasional yang terkadang menjadi polemic dan incaran oknum-oknum memanfaatkan situasi terkait keberadaan pengawasan Tim Saber Pungli yang jadi momok para pelaksana di lapangan. Karena opini berkembang, kata-kata gratis dari pemerintah hanyalah kata-kata penghibur di tahun politik. Karena ternyata tetap ada pungutan yang terbilang jutaan rupiah.
Sementara itu kalangan masyarakat di Kecamatan Pondok Aren, Ciputat Timur dan Serpong mempertanyakan informasi perihal dana operasional dari pemerintah yang berkisar Rp 12 juta per-kelurahan itu benar ada atau hanya rumor. Menurut mereka di wilayah lain Provinsi Banten, dana tersebut memang ada.(odjie)***
0 Komentar