Jakarta,
KORANTRANSAKSI.Com - Ada momen yang tak terduga. Sesaat
sebelum ia turun dari tribune VIP,
tiba-tiba merangkul Presiden Joko Widodo dan Ketua Ikatan Pencak Silat
Indonesia Prabowo Subianto bersamaan. Ketiganya berpelukan bersama. Dari tampak
depan, bendera Merah Putih yang berada di punggung Hanifan terlihat seakan
menyatukan dua tokoh nasional yang akan bertarung di Pilpres 2019 tersebut.
Momen itu disaksikan langsung oleh para penonton yang hadir. Mereka bertepuk
tangan, berteriak, gembira melihat momen yang menyejukkan tersebut.
"Saya terharu,
bangsa Indonesia itu harus saling menghargai. Kan banyak di media sosial yang
saling memaki," kata atlet pencak silat Hanifan Yudani Kusumah.
"Padahal, Indonesia tidak seperti itu. Saya ingin mempererat
silaturahmi," sambung peraih medali emas Asian Games 2018 tersebut. Pada
Rabu (29/8/2018), dengan membawa bendara Merah Putih, Hanifan naik ke atas
tribune VIP usai dinyatakan meraih medali emas Asian Games 2018 dari cabang
pencak silat. Ia memeluk satu per satu pejabat dan pimpinan partai politik yang
duduk di venue cabang olahraga pencak silat Asian Games 2018 di Padepokan
Pencak Silat, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta.
Rangkulan
untuk elite
Rangkulan Hanifan
seakan merobohkan sekat-sekat kaku politik. Ketua DPR Bambang Soesatyo bahkan
menyebut momen membuat situasi politik menjadi sejuk. Belakangan, ketegangan
politik di tataran masyarakat memang memanas. Sebut saja rencana deklarasi
#2019GantiPresiden di sejumlah daerah yang mendapatkan penolakan. Bahkan, massa
pro dan kontra gerakan itu hampir saja menyulut kericuhan.
Menurut analis politik
Exposit Strategic Arif Susanto, para elite politik punya andil besar terhadap
ketegangan politik di tingkat rakyat belakangan ini. Bukannya meredakan
situasi, para elite justru menaikkan ketegangan politik sebagai pemanasan
menuju Pemilu 2019. Masalahnya, hal ini dilakukan dengan cara mempermainkan
psikologi massa, lewat bentuk-bentuk agitasi politik, sehingga rentan
berkembang menjadi konflik horizontal. Padahal, politik mestinya merupakan
suatu bentuk moderasi konflik. Sayangnya, dalam konteks persaingan politik hari
ini, politik justru mempertajam konflik. "Dengan buruknya pendidikan politik,
sebagian elite justru menempatkan diri sebagai demagog yang menunggangi massa
untuk digerakkan sebagai ujung tombak dalam pertarungan politik," kata
dia. (TIM)
0 Komentar