Green Wall merupakan salah satu dari
inisiatif pemulihan ekosistem yang
berhasil di Indonesia dan pertama kalinya dalam sebuah Taman Nasional di Pulau
Jawa(Foto: dok)
|
Pendekatan
Restorasi Berbasis Masyarakat dan Kerjasama Antar Pihak Sebagai Kunci Sukses
Jakarta, 4 Oktober 2018 KORANTRANSAKSI.Com – Pemulihan
ekosistem yang dilakukan oleh Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
(TNGGP) bekerjasama dengan Conservation International (CI) Indonesia, dan Daikin
Industries di Resort Nagrak Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), berhasil
mengembalikan lahan terbuka kembali menjadi hutan. Program bernama Green Wall
tersebut dimulai sejak tahun 2008 dan berfokus pada 300 hektar area yang
merupakan bagian dari wilayah perluasan taman nasional pada tahun 2003.
Keberhasilan ini dapat tercapai dengan pendekatan berbasis masyarakat yang
menyatukan aspek sosial, ekologi, dan ekonomi dalam desain programnya, serta
adanya upaya penanaman dan pengawasan berkala dengan kolaborasi yang kuat
antara para pemangku kepentingan terkait. Green Wall merupakan salah satu dari
inisiatif pemulihan ekosistem yang
berhasil di Indonesia dan pertama kalinya dalam sebuah Taman Nasional di Pulau
Jawa.
Setelah satu dekade, 300 ha lahan
terbuka tersebut kembali menjadi hutan yang menyediakan banyak manfaat dan
layanan bagi masyarakat. Lebih dari 4.000 orang di sekitarnya memperoleh
manfaat yang beragam dari hutan seperti akses air bersih, listrik, dan
alternatif mata pencaharian yang digunakan dalam kehidupan mereka, seperti area
rekreasi dan pembelajaran. Beberapa spesies satwa liar pun saat ini sudah tinggal
di dalam hutan tersebut, seperti Macan Tutul Jawa/Javan Leopard (Panthera pardus melas), kijang (Muntiacus muntjak), kucing hutan/leopard cat (Prionailurus bengalensis), dan monyet
ekor panjang (Macaca fascicularis).
Selain itu tercatat lebih dari 50 jenis burung telah menghuni area tersebut.
Ir. Wiratno, M.Sc., Direktur Jenderal
KSDAE (Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem), Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan menyampaikan bahwa upaya yang dilakukan dalam program Green Wall
adalah pembelajaran yang sangat berarti dalam pemulihan ekosistem, dimana pemerintah, LSM, sektor
swasta dan masyarakat secara bersinergi dan
bahu membahu menyelesaikan permasalahan lingkungan dengan tidak mencederai rasa
keadilan masyarakat. Program ini
tidak hanya berhasil menghutankan kembali TNGGP, tapi juga meningkatkan
kemandirian masyarakat secara ekonomi sehingga tidak menggantungkan hidupnya
lagi ke dalam kawasan TNGGP secara langsung (exploitatif).
Dengan berhutannya kembali kawasan
tersebut, masyarakat menerima manfaat
secara langsung maupun tidak langsung
untuk meningkatkan kesejahteraannya melalui aneka manfaat hutan. “Program ini
sukses melaksanakan beberapa pendekatan baru dalam lingkup konservasi. Saya
harap ini dapat dijadikan pembelajaran dan wawasan, serta dapat dilakukan hal
yang serupa pada kawasan lain di Indonesia. Ada lebih dari 4.100 ha di TNGGP dan juga lahan kritis lainnya di Indonesia yang perlu dipulihkan
ekosistemnya melalui kolaborasi antar pemangku kepentingan”.
Wahju Rudianto, S.pi., M.Si. Kepala Balai Besar TNGGP menambahkan bahwa keunikan program ini adalah perawatan, pengawasan, dan
evaluasi berkelanjutan setelah penanaman pohon serta
pemberdayaan masyarakat yang disesuaikan tipologinya. “Bersama dengan masyarakat dan para LSM, kami mengatur secara berkala untuk mengawasi pohon yang
telah ditanam untuk memastikan mereka dapat tumbuh dan menjadi besar.
Pendekatan ini hampir mirip dengan mandat Presiden Joko Widodo saat Hari
Penanaman Pohon Nasional pada tahun 2017 bahwa menanam pohon dipastikan hidup. Kami
telah sukses mengimplementasikan hal ini selama satu dekade.”
CI Indonesia sebagai mitra yang
mengembangkan program restorasi berbasis masyarakat ini menjelaskan bahwa
masyarakat adalah agen perubahan yang paling utama, karena mereka adalah
penjaga hutan yang sebenarnya. Vice President CI Indonesia Ketut Sarjana Putra
mengatakan, “Kami telah melibatkan masyarakat sedari awal, dimulai dari
merancang program, pemantauan, dan evaluasi. Mereka adalah kunci kesuksesan
program ini, dimana ketika masyarakat merasakan manfaat dari upaya konservasi,
maka masyarakat menjadi pelaku konservasi tersebut, seperti halnya mereka
berpikir bahwa program Green Wall adalah investasi untuk perbaikan sistem air
secara alami di wilayah mereka.”
Dodi Rahmat, Kepala Desa Cihanyawar – salah
satu dari daerah yang terkena dampak positif program tersebut – menceritakan perubahan
yang terjadi. Dia mengatakan bahwa dahulu, orang-orang harus menempuh
perjalanan selama 3 jam, sepanjang 4.5 km dalam sehari untuk mendapatkan akses
air bersih dari sungai karena mereka tidak memiliki akses air bersih selama 30
tahun. Sekarang, mereka mendapatkan beragam manfaat, bukan hanya air bersih,
tetapi alternatif ekonomi, tempat untuk rekreasi dan belajar, dan lain-lain.
Dia juga mengatakan bahwa masyarakat lokal terlibat penuh dalam program untuk
mendukung pemulihan hutan karena mereka merasakan perbedaannya secara langsung.
“Setelah tahu dan mendapat dampak positif dari hutan yang ada, kami secara
proaktif mendukung program itu. Pada awalnya, beberapa dari kami sangat ragu
tetapi sekarang kebanyakan dari kami menjadi penjaga hutan.”
Sementara itu, Daikin sebagai sektor
swasta yang mendukung program menyampaikan: “Daikin memiliki bisnis AC secara
global dan kami terus berkomitmen mendukung udara yang sehat dan nyaman
disamping turut berkontribusi pada kebutuhan di setiap wilayah. Tidak hanya
membatasi bisnis kami dalam udara yang segar dalam ruangan, kami memulai
aktivitas konservasi hutan dengan keinginan untuk membantu masyarakat senantiasa
hidup sehat dan hidup dengan nyaman
dalam skala global. Karena hutan berfungsi untuk menjaga kenaikan temperatur
atmosfir dari adanya daun pohon, dan membersihkan udara di atmosfer melalui
fotosintesis dan respirasi; kami menyebut hutan sebagai ‘AC alami’. Melalui
upaya pelestarian hutan secara global dan mendukung udara yang sehar, kami
ingin berkontribusi dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan,” ucap
Satoru Fujimoto Honorary Officer Daikin Industries.
Berdasarkan model dari upaya konservasi
hutan yang dimulai di Indonesia, Daikin memperluas akttivitas sejak 2014 ke
tujuh lokasi lain dalam payung inisiatif “Forest for the Air”. Selain Indonsia,
perusahaan juga telah bekerja untuk mengatasi masalah sosial yang spesifik di
setiap wilayah melalui upaya konservasi hutan di Brazil, China, Cambodia,
Liberia, dan Indonesia, serta di Shiretoko Peninsula di Jepang.
Direktur
Konservasi Hutan dan Air, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Dr. Nur
Hygiawati Rahayu, ST., M.Sc. saat diundang untuk mewakili komitmen Pemerintah
Indonesia dalam pencapaian SDGs, mengapresiasi program
ini karena telah mendukung beberapa komponen yang ditargetkan. “Dalam rancangan
masterplan redesign pembangunan hutan
Indonesia ke depan, Bappenas melihat banyak peran strategis hutan di sejumlah
aspek termasuk sebagai tujuan penting dalam pencapaian Sustainable
Development Goals. Program Green Wall salah satu yang telah membuktikannya.
Program ini juga menunjukkan peran kunci kemitraan dalam mencapai sebuah
tujuan pembangunan berkelanjutan, dan kami harap pendekatan yang dilakukan
dicontoh dan bisa semakin banyak diterapkan oleh pihak lainnya”, tutup Nur
Hygiawati. (TIM)
0 Komentar