Tangsel,
KORANTRANSAKSI.Com -, Diduga banyak tudingan miring yang
dialamatkan ke anggota DPRD Kota Tangsel yang dinilai kinerjanya tidak optimal.
Anggota-anggota dewan yang konon “terhormat” itu, dituding malas menjalankan
kewajibannya alias tidak sungguh-sungguh. Bahkan pihak sebuah LSM dalam
pertemuannya dengan Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD-Tangsel beberapa waktu
silam,mencap mereka sebagian lebih gencar mengejar materi belaka alias berjiwa
Kapitalis.
Sebagian dari anggota
dewan hanya sedikit yang bekerja untuk rakyat dan konstituennya. Bahkan hal itu
diakui oleh Ketua BK-DPRD Kota Tangsel waktu itu, Heri Sumardi. “Sebagian
anggota dewan saat ini cenderung kapitalis, hanya mengejar materi. Mereka tidak
lagi serius soal kinerja, tetapi terkesan hanya menghabiskan anggaran yang
ada,” katanya.
Menurut sementara
pemerhati di kota Tangsel, kelakuan anggota dewan semacam itu diduga terkait
dengan latarbelakang sejarah pergaulan dan skill yang tidak memadai. Mereka
terpilih lantaran hitung-hitungan angka dari parpol yang belum tentu mendapat
respons dari rakyat Tangsel sendiri. Kepergoknya anggota dewan keluar-masuk ke
kantor-kantor SKPD tertentu pada masa turunnya proyek-proyek, jelas menandakan
fenomena tertentu. Begitu pula munculnya katebelece masa Penerimaan Siswa Baru,
membuktikan ada tujuan-tujuan tertentu pula. Belakangan, terungkap pula adanya
dugaan oknum anggota dewan bermain-main dengan anggaran Dana Reses. Terungkap,
menurut laporan investigasi narasumber, Dana Reses tahun anggaran 2015 dan 2016
dijadikan ajang mencari keuntungan yang note bene merugikan keuangan negara,
dalam hal ini APBD Pemkot Tangsel.
Menurut sumber, ada
oknum anggota dewan dapil Ciputat Timur yang memanfaatkan Dana Reses tahun anggaran
2015 dan 2016 bernuansa koruptif. Karena kegiatan reses yang ketentuannya
selama 6 hari, itu tidak dilaksanakan sewajarnya. Artinya, kegiatan tidak
dilaksanakan, namun laporannya seolah-olah sudah clear. “Banyak bukti-bukti
laporan, seperti untuk pengeluaran makan-minum peserta, untuk 1 nasi kotak
dihargai Rp.35.000,- dan untuk makanan ringan(snack) dihargai Rp.25.000,. Namun
menurut sumber, yang lebih fatal, laporan pelaksanaan reses untuk masing-masing
konstituen,diduga oknum melakukan
pemalsuan tanda-tangan dan stempel, seperti stempel Ketua RT, Ketua RW, dan
Lurah setempat.
Masih menurut sumber
kompeten, daftar hadir kegiatan tersebut
juga diduga ada manipulasi. Nama-nama yang tertulis, bisa jadi diisi
hanya oleh beberapa gelintir orang sehingga satu dengan lainnya ada kemiripan.
Kasus ini pada akhir tahun 2016 sudah dilaporkan ke Komisi Pemberantaan
Korupsi(KPK) dengan judul perihal menyangkut dugaan penyelewengan Dana Aspirasi
DPRD Kota Tangerang Selatan tahun 2016.
Menurut narasumber
bersama dengan masyarakat dalam file laporan ke KPK, diduga telah terjadi
indikasi pengalokasian Dana Aspirasi DPRD-Tangsel tahun anggaran 2016. Bahwa
dana aspirasi itu dimasukkan kedalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran(DPA) Satuan
Kerja Perangkat Daerah(SKPD) Kota Tangerang Selatan. Karenanya pengalokasian
itu tidak melalui mekanisme peraturan Perundang-undangan yang berlaku di
instansi pemerintah. Karenanya patut diduga ada indikasi jual-beli kegiatan
pengadaan barang dan jasa yang merugikan keuangan negara dan masyarakat yang
bisa memperkaya diri sendiri atau korporasi.
Sementara perusahaan
yang terlibat dalam pengadaan akomodasi makan-minum, selain tarif harga yang
tidak wajar, perusahaan tersebut bukan bergerak dalam sektor jasa kuliner,
tetapi kontraktor,perdagangan umum,perlengkapan kantor atau penerbitan. Menurut
pengamat, perbuatan tersebut sudah memenuhi unsur pelanggaran UU No.28/1999
tentang penyelenggaraan negara yang bersih dari KKN, UU No.15/2004 tentang
pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara, serta UU Tipikor
yang kini diberlakukan semua aparat penegak hukum, termasuk KPK.(Tim/Okt)***
0 Komentar