Hari ini, Minggu, 29
September 2019, saya menerima kabar duka datang dari dunia jurnalistik
Indonesia. Jurnalis senior yang juga salah satu pendiri Aliansi Jurnalis
Independen, Aristides Katoppo dikabarkan meninggal dunia pada hari ini, Minggu,
29 September 2019, sekitar pukul 12.05 WIB
Kabar meninggalnya eks
wartawan senior "Sinar Harapan" atau "Suara Pembaruan" itu
disampaikan sejumlah akun di laman Twitter, Minggu siang.
"Telah berpulang
ke rumah Bapa di surga, eks wartawan senior Sinar Harapan/Suara Pembaruan dan
pendiri AJI (Aliansi Jurnalis Independen) *Aristides Katoppo*, pada hari Minggu
29 September 2019, sekitar pk 12:05. (Info dr Ign Haryanto).
#RIPAristidesKatoppo," tulis Komisaris Utama PT Adhi Karya (Persero),
Fadjroel Rachman di akun Twitternya @fadjroeL.
Saya yang baru saja
menerima langsung WA dari Nurman Diah, langsung teringat sebuah kenangan pada
hari Senin, 11 Juni 2018, ketika memenuhi undangan keluarga Aristides Katoppo
untuk berbuka puasa di rumahnya. Dalam pikiran saya, banyak wartawan atau
mantan wartawan yang hadir di rumahnya. Ternyata, keluarga memang tidak
mengundang wartawan yang lain, selain beberapa orang, termasuk diri saya.
Selain saya, ada seorang
anak muda bernama Iwan Setiawan. Ia sering menulis buku, beragama Budha.
Mengapa saya sedikit membicarakannya tentang agama? Karena Aristides Katoppo
dan isteri, Samiyarsi Katoppo Sasmoyo (Mimis) mengundang saya berbuka puasa,
beragama Kristen.
Jadi secara tidak
langsung terciptalah kerukunan beragama di rumah keluarga besar Aristides
Katoppo.Di usia 80 tahun, Aristides masih ingat dengan saya. Bagaimana dahulu
pertama kali saya mewawancarai beliau untuk mengisi buku yang saya tulis :
"Butir-Butir Padi B.M.Diah, Tokoh Sejarah yang Menghayati Zaman"
(Jakarta: Pustaka Merdeka, 1992).
Ia pun masih ingat,
saya dulu dan Aristides pergi ke Bogor dalam membantu menyusun buku yang saya
sunting : " Gunawan Satari, Pejuang, Pendidik dan Ilmuwan " (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1994).
Lebih saya kagum,
Aristides di usianya ke 80, ia masih ingat tentang buku saya : "Saddam
Hussein Menghalau Tantangan," yang diterbitkan oleh Aristides tahun 1998.
Buku ini diterbitkan atas kerjasama saya dengan Kedutaan Besar Irak di Jakarta.
Memang buku ini
merupakan hasil perjalanan saya ke Irak, di bukan Desember 1992, atas undangan
Kementerian Penerangan Irak. Buku ini pun akhirnya memperoleh penghargaan dari
Kantor Sekretaris Presiden Republik Irak pada 24 Juni 1998.
Ketika Aristides
membicarakan mengenai Papua, saya sedikit berkonsentrasi. Mengapa? Karena saya
di Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih dari tahun 1975 hingga 1980.
Minimal pembicaraan
Aristides tentang Papua sedikit mengingatkan saya tentang berbagai hal yang
berkembang di Papua, baik semasa kuliah di sana, maupun awal-awal sejarah Papua
ke pangkuan RI.
Bahkan Aristides banyak
menambah pengetahuan saya, di saat-saat Presiden RI Soekarno bertemu dengan
Presiden Amerika Serikat Kennedy. Usaha Uni Soviet yang juga ingin masuk ke
Papua.
Kerukunan beragama yang
saya alami di Rumah Aristides Katoppo, sudah lama saya saksikan ketika
bergabung dengan Kelompok Harian "Kompas," baik semasa saya di
Jakarta tahun 1989 maupun di Kelompok Harian Kompas di Palembang yang sudah
tentu mengingatkan akan figur Valens Goa Doy.
Ia yang sangat sibuk
hilir mudik menanyakan tentang persiapan untuk berbuka puasa dan makan sahur,
bagi kami yang kerja hingga malam, bahkan menjelang sahur.
Seperti saya yang
sering berurusan dengan berita luar negeri, karena perbedaan waktu yang sangat
jauh antara misalnya di Amerika Serikat dengan Indonesia.
Berarti dengan
pengalaman saya berbuka di rumah Aristides Katoppo, ternyata di antara kita,
memaknai kerukunan antar ummat beragama sudah kami praktekkan sejak lama.
Itu belum lagi
dikaitkan dengan pengalaman saya bergabung dengan Majalah "Topik,"
tahun 1982 dan Harian "Merdeka," tahun 1992, kedua penerbitan ini
tergabung dalam Kelompok Harian Merdeka pimpinan seorang nasionalis tulen
Burhanudin Mohamad Diah atau namanya populer dengan singkatan B.M.Diah.
Selamat jalan wartawan
senior Aristides Katoppo.
0 Komentar