Ruang Pembacaan Konsep Naskah Proklamasi (Foto:dok) |
SUASANA 17 Agustus 1945
sangat terasa di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jalan Imam Bonjol No.1,
Menteng, Jakarta Pusat. Bangunan yang dahulu dipakai oleh Sukarno, Hatta, dan
Ahmad Subardjo untuk menulis konsep (klad) naskah Proklamasi ini tetap
mempertahankan kondisi asli sejak 74 tahun silam.
“Berdasarkan foto-foto,
kemudian penelitian, serta buku-buku yang dibuat oleh para tokoh yang datang
pada malam perumusan, maka dibuatlah replika sesuai dengan aslinya,” kata
Wahyuni (42), educator Museum Perumusan Naskah Proklamasi, kepada Historia.
Terjadi beberapa
peristiwa unik yang mungkin tidak banyak diketahui masyarakat selama
detik-detik perumusan naskah Proklamasi di tempat yang pernah menjadi gedung
Kedutaan Besar Inggris ini.
Replika mesin tik milik kantor militer Jerman (Foto:dok) |
Mesin
Tik Militer Jerman
Klad naskah Proklamasi
yang telah dibacakan dan disetujui oleh semua orang yang hadir di rumah
Laksamana Maeda akhirnya diserahkan kepada Sayuti Melik untuk diketik. Namun,
masalah muncul: di rumah itu hanya ada mesin tik berhuruf kanji. Sayuti
kesulitan karena tidak ada huruf latin di sana.
Menurut penuturan
Satzuki Mishima, ajudan Laksamana Maeda, yang diwawancarai tim Museum Perumusan
Naskah Proklamasi, untuk mengantisipasi hal tersebut dia kemudian pergi dengan
mengendarai mobil Jeep menuju kantor perwakilan militer Angkatan Laut Jerman
(Kriegsmarine) di Indonesia (sekarang Gedung Armada Barat di bilangan Pasar
Senin) untuk meminjam mesin tik berhuruf latin.
Dengan mesin tik
Korvetten-kapitan Dr. Hermann Kandeler itu, Sayuti akhirnya dapat menjalankan
tugasnya menyalin rancangan teks Proklamasi.
Replika piano Soekarno-Hatta menandatangani naskah Proklamasi (Foto:dok) |
Ditandatangani
di Atas Piano
Setelah selesai
merumuskan klad naskah Proklamasi, Sukarno, Hatta, dan Subarjo, pergi ke ruang
tengah untuk menemui semua orang yang sedari tadi menunggu mereka. Tepat di
samping piano yang letaknya dekat dengan tangga dan dapur (kini menjadi ruang
pengetikan naskah), ketiganya berdiri membacakan hasil buah pikir mereka.
Meski dibumbui sejumlah
perdebatan, klad naskah Proklamasi itu akhirnya disetujui. Sebagai bukti
pengesahannya, Sukarno dan Hatta diminta untuk membubuhkan tanda
tangan mereka. Tanpa
beranjak dari tempatnya dan dalam posisi berdiri, Sukarno dan Hatta
memanfaatkan piano di samping mereka sebagai alas.
Potret Penyusunan Klad Naskah Proklamasi (Fot:dok) |
Kisruh
Penandatanganan Naskah Proklamasi
Walau hanya replika,
letak piano tersebut masih dapat dilihat di Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Menurut penuturan Wahyuni posisi piano sekarang ditentukan berdasarkan
kesaksian orang-orang yang hadir pada saat proses perumusan terjadi, seperti
B.M. Diah dan asisten rumah Laksamana Maeda.
Naskah Asli yang
Terbuang
Dalam biografinya,
Butir-Butir Padi B.M. Diah: Tokoh Sejarah yang Menghayati Zaman karya Dasman
Djamaludin, B.M. Diah pernah menceritakan pengalamannya hadir saat penyusunan
naskah Proklamasi pada 16 Agustus 1945. Saat Sayuti Melik diminta untuk
mengetik klad Proklamasi tulisan tangan Sukarno, Diah ikut menemaninya.
Setelah selesai, naskah
tulisan tangan Sukarno itu diremas dan dibuang ke tempat sampah oleh Sayuti.
Kebetulan B.M. Diah melihatnya, dia lalu mengambil dan menyimpan teks asli
tersebut. Namun, sumber lain menyebut kalau naskah itu tidak dibuang Sayuti,
melainkan hanya disimpan di meja saja. Kemudian saat B.M. Diah akan kembali ke
kediamannya, dia mengambil naskah itu.
“Saya tidak menyangka
bahwa kertas tersebut menjadi dokumen penting di kemudian hari,” kata B.M.
Diah.
Ruang pengetikan Naskah Proklamasi yang digunakan oleh Sayuti Malik (Foto:dok) |
Sayuti Melik Mengubah Beberapa Kata dalam Naskah Proklamasi
B.M. Diah sendiri saat
itu diberi tugas oleh Hatta untuk segera memperbanyak naskah Proklamasi dan
menerbitkannya di berbagai surat kabar agar berita kemerdekaan diketahui oleh
semua orang. Dalam buku Naskah Proklamasi yang Otentik dan Rumusan Pancasila
yang Otentik, Nugroho Notosusanto menulis jika teks Proklamasi yang ada pada B.M.
Diah diterbitkan pada Oktober 1945 di surat kabar Merdeka.
Debat
Pengesahan Naskah
Setelah selesai
membacakan konsep (klad) naskah Proklamasi, Sukarno menyarankan semua orang
yang hadir bersama-sama membubuhkan tanda tangan di kertas itu. Sukarno ingin semuanya
berperan menjadi wakil bagi bangsa Indonesia untuk proses kemerdekaan tersebut.
Namun saran itu
mendapat penentangan dari golongan pemuda. Mereka tidak rela jika orang-orang
yang telah menjadi "budak Jepang" ikut mengesahkan naskah Proklamasi.
Yang dimaksud "budak Jepang" adalah tokoh-tokoh dari golongan tua
yang mereka nilai tidak memiliki andil dalam pergerakan nasional.
Begini
Naskah Proklamasi Dirumuskan
Akibat pernyataan
tersebut, mereka yang tertuduh merasa marah. Perdebatan antara golongan tua dan
golongan muda pun tak terhindarkan. Di dalam situasi yang panas tersebut,
Sukarni, salah seorang tokoh golongan muda, mengusulkan agar penandatangan
naskah Proklamasi hanya Sukarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Sukarno dan Hatta telah
dikenal luas sebagai tokoh penting dalam perjuangan kemerdekaan sehingga
pilihan tersebut dianggap paling baik oleh semua orang yang hadir. Akhirnya,
usul Sukarni itu diterima oleh semua orang. (TIM)
0 Komentar