Opan Hadi/ Aktifis Jurnalis/ Ketua Forum Wartawan Jakarta ( Foto:dok) |
Menurut data
Universitas John Hopkins, jumlah kasus virus corona COVID-19 di seluruh dunia
mencapai 2.153.620 hingga Jumat lalu, tanggal 17 April 2020. Data tersebut juga
menyebut kasus COVID-19 terbanyak ada di Amerika Serikat dengan jumlah 667.801.
Istilah lockdown dengan
mengisolasi wilayah, dan muncul karantina yang terpapar corona semakin gencar
tersiar. Di Indonesia sendiri dikatakan juru bicara pemerintah terkait
penanganan wabah virus Corona, Achmad Yurianto, dalam konferensi pers menyebut
hingga kemaren, Sabtu (18/4/2020) telah mencapai 6.428 kasus yang tersebar di
34 provinsi.
Ia merinci kasus
terbanyak ada di DKI Jakarta dengan total pasien sembuh Corona mencapai angka
631, dan Sementara itu, pasien yang meninggal bertambah 15 orang. Sehingga
total pasien yang meninggal saat ini sebanyak 535 orang.
Melihat perkembangan
wabah virus corona di Indonesia terus bertambah, pemerintah mengambil kebijakan
diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pemberlakuan tersebut
dimulai dari Jakarta yang kemudian diikuti oleh wilayah-wilayah lain dengan
masa waktu PSBB yang belum dipastikan.
Masyarakat tersudut
pada realita hidup. Perusahaan-perusahaan banyak yang gulung tikar, ribuan
karyawan di PHK dan dirumahkan tanpa adanya pemberian dana, sedangkan kebutuhan
hidup melonjak bak roket yang menembus dinding langit. Kembali Negara
dipusingkan dengan kondisi seperti ini. Anggaran triliunan rupiah digelontorkan
perintah baik bersumber dari APBN, APBD dan CSR.
Dalam kondisi seperti
ini rakyat dipaksa untuk diam dirumah tanpa adanya subsidi kebutuhan yang
sepadan, bahkan tersiar pemerintah menggunakan data lama penerima bantuan
sehingga banyak warga yang tidak mendapatkannya. Kondisi seperti ini, mau tidak
mau rakyat berontak dan tidak mengikuti aturan pemerintah tentang PSBB.
Muncul pemikiran
ditengah-tengah masyarakat atas keluhan pemberian sembako dari pemerintah hanya
sebagai kamuflase pemanfaatan untuk di korupsi sejumlah oknum pejabat dari
tingkat pusat hingga RT/RW. Semua tak dapat diharapkan lagi. Munculnya paradok
bencana nasional wabah covid-19 ini bagi mereka yang di
parlemen maupun di
pemerintahan hanyalah sebagai pemanfaatan politik. Ujung-ujungnya kembali
rakyat menjadi korban. Rakyat tersudut dengan
keadaan antara Corona dan Busung Lapar yang mulai menyerang, hingga paradigma
telah berkembang sebagai bentuk Negara Berdua Pemerintah Pesta Pora. ( OPAN)
0 Komentar