Dugaan Adanya Mafia Karantina Covid-19, Bareskrim Bentuk Tim Penyelidikan Khusus

 

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo (Foto:dok)
Jakarta, KORANTRANSAKSI.com – Bareskrim Polri membentuk tim khusus untuk penyelidikan tentang adanya dugaan pelanggaran dan penyimpangan dalam kekarantinaan dengan melibatkan sekelompok yang sudah terstruktur atau  terorganisir atau yang dikenal dengan istilah “Mafia Karantina Covid-19”. Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo mengatakan bahwa, Kapolri telah memerintahkan agar Direktorat Tidank Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri untuk membentuk sebuah tim khusus tersebut.

“Tim sedang bekerja, sudah melakukan komunikasi, koordinasi dan verifikasi dengan berbagai pihak,” kata Dedi, Selasa 8 Februari 2022.

Tim tersebut nantinya akan melakukan proses menyelidiki yang dimulai dari hulu hingga hilir proses karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) Warga Negara asing (WNA) maupun Warga Negara Indonesia (WNI). Pihak-pihak yang terkait, di antaranya pihak Imigrasi, kekarantinaan kesehatan, Satgas COVID-19, pengelola bandara hingga petugas di Bandara.

“Temasuk pihak di hulu, yakni PHRI yang mengelola jasa hotel tempat WNA maupun WNI yang melakukan karantina,” kata Dedi.

Ia juga menuturkan bahwa, hingga saat ini, penyelidikan terkait dengan mafia karantina Covid-19 ini masih berlangsung dan tim penyidik akan melakukan penyelidikan lebih dalam untuk mengetahui ada tidaknya tindak pidana yang ada dalam proses karantina tersebut.

“Siapa saja yang terbukti melakukan pelanggaran kekarantinaan dari hulu hingga hilir akan dilakukan tindakan tegas,” ujarnya.

Dedi juga mengungkapkan bahwa, pembentukan tim khusus tersebut merupakan bentuk komitmen Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam menindaklanjuti perintah dari Presiden Joko Widodo.

“Di area rawan yang memungkinkan terjadinya pelanggaran dan penyimpangan kekerantinaan. Terjadi transaksional sehingga WNA adan WNI yang harusnya karantina di tempat yang sudah disiapkan tapi tidak dilakukan,” kata Dedi.

Untuk meminimalisir hal hal tersebut, Dedi menyebutkan bahwa Polri telah meluncurkan Aplikasi Monitoring Karantina Presisi yang memiliki kemampuan untuk melakukan pengawasan secara digital. Aplikasi tersebut dirancang mengawasi WNA dan WNI yang masuk ke Indonesia melalui pintu kedatangan bandara, pelabuhan dan juga Pos Lintas Batas Negara (PBLN).

"Saat ini baik dan efektif aplikasi ini. Namun demikian perlu dicover pengawasan manual. Ada kebijakan dari BNPB setiap periode tertentu petugas menjaga di lokasi karantina harus diganti untuk meminimalisir pelanggaran kekarantinaan terjadi," katanya.

Ia pun menjelaskan beberapa keunggulan dari aplikasi Monitoring Karantina Presisi ini, dimana setiap orang yang melakukan karantina akan tercatat dalam sistem berapa lama melakukan karantina dan kapan sudah keluar karantina. Bahkan, bisa mendeteksi orang yang melakukan karantina jika kabur dari lokasi karantina.

“Kalau keluar 200 meter dari lokasi karantina ada peringatan ke command center. Kemudian petugas bisa mencari dan menjemput orang tersebut agar menyelesaikan masa karantinanya," ujarnya.

Dedi pun berharap agar pelanggaran karantina bisa ditekan di tengah kasus COVID-19 yang kembali meningkat. Masyarakat diingatkan ada konsekuensi hukum jika melanggar prosedur kekarantinaan. Ia menyebutkan, ada berbagai macam regulasi dilanggar, yaitu pasal 14 UU nomor 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular dan pasal 93 UU nomor 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan.

“Itu hukuman penjara satu tahun dan denda Rp100 juta. Kalau ada penyuapan lebih tinggi lagi bisa dikenakan pasal korupsi," katanya. (TIM)

 

 

 

 

 

 

 


Posting Komentar

0 Komentar