Taburan Bunga, Syal Arema dan coretan ditembok tanda duka cita memenuhi pintu keluar Tribun 13 Stadion Kanjuruhan, Malang (Foto:dok) |
Prayoga ikut tewas dalam kericuhan yang meletus usai pertandingan. Dia meninggal dunia bersama ayahnya, Rudi Harianto saat berusaha keluar dari pintu tribun 13 yang penuh sesak oleh gas air mata. Menurut data terakhir yang di himpun oleh Tim KORANTRANSAKSI.com, Prayoga tercatat sebagai korban termuda Tragedi Kanjuruhan. Peristiwa ini telah menewaskan setidaknya 131 orang termasuk 2 personel kepolisian.
Ibu Prayoga, Elimiati
yang selamat dalam insiden ini sama sekali tidak menyangka bakal kehilangan
suami dan anaknya pada peristiwa itu. Sebab sejak awal mereka yakin
pertandingan bakal berjalan aman. Apalagi, suporter Persebaya yang menjadi
musuh bebuyutan Arema tidak diizinkan hadir dalam laga itu.
Niat menonton
pertandingan pun sudah mereka rancang sejak jauh-jauh hari. Kebetulan, Prayoga,
kata Elimiati memang suka Arema seperti ayahnya. "Biasanya ya nonton
bareng di televisi. Saya mengajak menonton untuk menyenangkan anak karena
selama ini jarang main akibat pandemi,” kata Elimiati.
Elimiati saat menunjukan moment besama sang suami dan anaknya, Rudi Harianto dan M Virdi Prayoga yang berusia 3 tahun saat menonton pertandingan antara Arema melawan Persebaya (Foto:dok) |
Selama pertandingan
berlangsung, tidak ada masalah berarti apapun di dalam stadion. Elimiati
bersama suami dan anaknya saat di tribun juga sempat berfoto bersama.
"Ternyata itu foto kebersamaan kami untuk terakhir kalinya,” kata Elimiati
lirih menahan tangis.
Petaka muncul begitu
wasit meniup peluit panjang. Begitu terjadi kekacauan, seiring banyak suporter
masuk lapangan, aparat keamanan melepas tembakan gas air mata ke sejumlah titik
termasuk sektor 13. “Suami saya langsung mengajak pulang, ternyata pintu sektor
13 hanya terbuka sedikit. Hanya cukup untuk dilewati dua orang saja,” tuturnya.
Akses keluar yang sulit
ditambah kepulan asap gas air mata di tribun Stadion Kanjuruhan membuat
penonton berebut keluar menyelamatkan diri. Saling dorong agar bisa segera
keluar tak terelakkan. Elimiati berjalan bersama putranya, sedangkan suaminya
berjalan di depannya. "Posisi seperti itu, kami lalu terpisah. Saya tak
tahu suami saya sudah bisa keluar atau tidak. Anak saya juga entah di mana”,
ujarnya.
Daftar Nama Korban Meninggal dunia akibat Tragedi Stadion Kanjuruhan, Mang (Foto:dok) |
Ia dan lainnya bertahan di tribun meski harus berjuang melawan sesak nafas dengan mata dan tenggorokan terasa perih akibat gas air mata. Kondisi gerimis tanpa angin membuat asap hanya mengepul di satu titik. Tak lama kemudian, mereka keluar stadion. Elimiati mengatakan salah seorang saudaranya meminta foto anaknya, Virdi, untuk diberikan ke polisi agar membantu mencari. Serta disebar ke grup sosial media Aremania guna memudahkan pencarian. “Ternyata posisi anak saya ketemu dalam keadaan meninggal dunia, berada di kamar mayat RSUD Kanjuruhan. Jenasah suami saya di RS Saiful Anwar,” ujarnya.
Anaknya mengalami luka
pada bagian kepala, sedangkan suaminya tak ada sedikitpun luka. Kulit kedua
korban juga tak tampak seperti gosong seperti beberapa korban lainnya. “Tak
tahu apakah terinjak-injak atau sesak nafas. Tidak ada surat keterangan dari
rumah sakit,” katanya.
Niat mencari hiburan
dengan menonton pertandingan sepakbola berakhir duka. Jenasah anaknya tiba di
rumah sekitar pukul 02.00. Satu jam kemudian menyusul jenasah suaminya diantar
mobil ambulans ke rumah. “Saya ingin diusut peristiwa ini diusut tuntas.
Terserah pemerintah mau buat keputusan apa, pokoknya ada rasa keadilan,”
katanya.
Tragedi di Stadion
Kanjuruhan diharapkan mengubah wajah sepak bola Indonesia. Termasuk kesiapan
panitia pelaksana (panpel) pertandingan. Elimiati berharap tidak hanya panpel
Arema, tapi seluruh klub belajar dari pengalaman ini.
Mempersiapkan aspek keamanan dan kesiapan tim medis sedetil mungkin agar penonton benar-benar aman. Cepat bertindak bila ada kejadian yang tidak diinginkan. Pintu di tribun misalnya, tak segera dibuka meski pertandingan akan berakhir. “Biasanya 10 menit sebelum selesai kan dibuka, tapi kemarin tidak. Saat di dalam stadion masih banyak korban, lampu malah dimatikan,” ucapnya.
Tragedi itu tidak akan
membuatnya membenci Arema. Tapi ia sudah tak ingin lagi menonton pertandingan
sepak bola di stadion. Sebab hal itu selalu membuatnya ingat dengan suami dan
anaknya. Pemerintah diminta mengusut tuntas peristiwa tersebut. “Trauma, ingat
anak dan ingat suami. Saya tidak akan lagi masuk stadion. Saya harap ini diusut
tuntas, ada keadilan untuk kami semua,” ujarnya. (TIM/RED)
0 Komentar