Polisi Saat Menunjukan barang bukti kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang melibatkan pejabat Kantor Imigrasi Kelas I Makassar (Foto:dok) |
Para pelaku lainnya ada
BK, MA, WBA, CS, DB, SP (Lidik), JS (DPO), SPR (DPO). Mereka sudah ditetapkan
tersangka dan ditahan di Mapolda Sulawesi Selatan. "Satu pelaku
diantaranya masih dalam proses penyelidikan dan dua lainnya masuk Daftar
Pencarian Orang (DPO)," ujar Dirkrimum Polda Sulawesi Selatan Kombes Pol
Jamaluddin Farti.
YSF diketahui bertugas
menerbitkan paspor kunjungan atau liburan. Namun sesampainya di negara tujuan,
para PMI ternyata bekerja. Rata-rata korban diberangkatkan ke negara Malaysia.
Mereka dijanji bekerja di kebun sawit. "Agar tidak ketahuan, para pekerja
ini diminta beli tiket pulang pergi, tapi tiket pulangnya hangus karena mereka
sudah tinggal di sana," jelasnya.
Jamaluddin mengatakan
bahwa, jumlah korban yang dijaring para pelaku ada 94 orang. Mereka berasal
dari Bulukumba, Sinjai, Gowa, Jeneponto, Bantaeng dan Polmas. Para pelaku
diketahui tidak mengantongi izin perekrutan tenaga kerja. Mereka lalu
memberangkatan PMI ilegal itu melalui jalur pelabuhan Parepare atau Barru ke
Balikpapapn, Batu lucin dan Nunukan. "Modusnya iming-iming gaji tinggi
untuk mempengaruhi korban agar mau," ungkapnya.
Para pelaku kemudian
bekerjasama dengan oknum pegawai imigrasi untuk pembuatan dokumen paspor yang
tidak sesuai dengan pemanfaatannya. "Kemudian para pelaku ini juga
melakukan pengikatan utang dengan korbannya. Jadi nanti gajinya dipotong,"
jelasnya.
Dari hasil pengembangan
perkara tersebut, polisi menemukan barang bukti berupa 80 buah paspor, 7
telepon seluler, KTP korban milik korban, 2 unit mobil, buku tabungan, uang
tunai Rp5 juta, dan buku rekening berisi uang Rp300juta lebih.
Akibat perbuatannya
para pelaku disangkakan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 4 dan/atau Pasal 11
Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang
(TPPO) dan Pasal 81 Jo Pasal 69 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang
Perlindungan PMI dan Pasal 378 KUHP. Ia terancam pidana penjara maksimal 15
tahun dan pidana denda paling banyak Rp 600 juta. Sementara, Kepala Kantor
Imigrasi Makassar Agus Winaryo yang dikonfirmasi mengenai kasus tersebut belum
memberikan jawaban. (TIM)
0 Komentar