(Foto:Humas Direktorat Jenderal Imigrasi) |
“Pemerintah harus
memanfaatkan teknologi untuk melawan kejahatan transnasional secara efektif.
Untuk itu, Indonesia dan Belanda mendorong kerja sama melalui teknologi digital
dan platform media sosial,” ujar Yasonna dalam pertemuan dengan Menteri
Kehakiman dan Keamanan Belanda, Dilan Yeşilgöz-Zegerius, Jumat waktu setempat
(25/08/2023).
Berbagai bentuk
kejahatan transnasional telah merugikan masyarakat, di antaranya perdagangan
orang dan penipuan siber. Dalam pertemuan yang didampingi oleh Duta Besar
Republik Indonesia Mayertas dan Sekretaris Jenderal Andap Budhi Revianto
tersebut, Yasonna ingin Indonesia dan Belanda meningkatkan kerja sama antar
penegak hukum serta pengawasan perbatasan.
“Pelaku kejahatan
transnasional bisa memasang lowongan pekerjaan palsu di luar negeri, hingga
akhirnya korban dipaksa tinggal dan tidak bisa pulang. Pemerintah Indonesia dan
Belanda perlu meningkatkan kerja sama untuk melawan kejahatan-kejahatan ini,”
katanya.
Indonesia sendiri telah menciptakan sistem database untuk memantau mobilitas korban kejahatan transnasional yang berhasil dipulangkan, serta mengetatkan proses pemeriksaan keimigrasian. Selain itu, Indonesia sudah melakukan perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik, ekstradisi, dan kerja sama hukum dengan banyak negara untuk mengatasi kejahatan transnasional. Selanjutnya, kerja sama dengan Belanda ini akan semakin menguatkan level keamanan dan kemampuan pemerintah dalam melindungi masyarakatnya dari kejahatan.
Hubungan bilateral
antara Indonesia dan Belanda di bidang hukum yang tengah berjalan telah
menunjukkan tren positif. Kedua negara rutin berdialog dalam forum INLU
(Indonesia - the Netherlands Legal Update). Forum dialog tahunan ini melibatkan
berbagai kalangan baik pemerintah, penegak hukum, organisasi masyarakat
sipil serta para pakar hukum dan
akademisi, untuk bertukar pandangan, pengalaman dan praktik terbaik di bidang
hukum.
Menteri Yeşilgöz
menyampaikan apresiasi kepada Menteri Yasonna atas peningkatan kerja sama
antara kedua negara. Belanda akan terus mendukung Indonesia dalam memerangi
kejahatan transnasional, upaya reformasi hukum, serta pemajuan HAM.
Dalam kunjungannya ke
Belanda, Menteri Hukum dan HAM juga membahas kerja sama di bidang
pemasyarakatan bersama pimpinan Reclassering Nederland Johan Bac, dan
perwakilan CILC (Centre for International Law Cooperation) Anne-Marie Bruist.
Sebelumnya Reclassering
Nederland merupakan organisasi independen yang memberikan advis kepada hakim,
jaksa, dan kepala penjara terkait tersangka dan terpidana yang menjalani masa
percobaan. Sedangkan CILC didirikan pada 1985 oleh pemerintah Belanda untuk
program kerja sama yudisial dengan Indonesia.
Sejak tahun 2019
Indonesia beserta Reclassering dan CILC telah bekerja sama untuk memberikan
kepada para pejabat dan petugas pemasyarakatan di banyak wilayah di Indonesia.
Dalam pertemuan ini para ketiga pihak sepakat untuk melanjutkan kerja sama yang
berfokus pada peningkatan kapasitas SDM dalam penerapan sanksi alternatif.
“Indonesia dapat belajar dari Belanda dalam menangani tersangka dan terpidana,
khususnya dalam penerapan sanksi alternatif dan kerja sosial,” tutur Yasonna.
Yasonna juga
menyampaikan bahwa Indonesia telah memiliki Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP) yang baru. KUHP ini mereformasi pendekatan sistem pemasyarakatan yang
mengedepankan keadilan korektif, keadilan rehabilitatif, dan keadilan
restoratif.
“Kerja sama dengan
Belanda dapat membantu Indonesia menyusun peraturan pelaksanaan KUHP yang baru
dalam menerapkan pidana alternatif, karena Belanda telah lebih dahulu
menerapkan sistem pidana alternatif dan keadilan restoratif,” ungkapnya.
Dalam pertemuan
bilateral ini, selain Sekretaris Jenderal, Menteri Hukum dan HAM didampingi
juga oleh Staf Khusus bidang Hubungan Luar Negeri, Direktur Izin Tinggal
Imigrasi dan Direktur Pelayanan Komunikasi HAM. (TIM/RED)
0 Komentar