(Foto:Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi) |
Lebih lanjut ia mengungkapkan jika Pungli mulai
terstruktur sejak tahun 2018. Dikala itu, seorang pegawai dari Kemenkumham yang
bernama Hengki yang diperbantukan bekerja di Rutan KPK.
Diduga, Hengki yang memperkenalkan sistem 'Korting'
dan 'Lurah' untuk mempermudah distribusi uang pungli. 'Korting' adalah tahanan
yang menjadi koordinator pengepul uang dari tahanan lain. Sementara 'Lurah'
merupakan pegawai Rutan KPK yang menerima uang dari 'Korting'. Uang tersebut
kemudian dibagikan 'Lurah' ke pegawai rutan lainnya.
"Kemarin Dewas mengatakan ada inisial H yang
kemudian masuk dari Kementerian Hukum dan HAM, dan masuk kemudian menjadi
pegawai Rutan Cabang KPK, di tahun 2018 itu terstruktur," ungkap Ali.
(Foto:Ilustrasi Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi) |
78 pegawai disanksi minta maaf secara langsung dan terbuka. Mereka kemudian diserahkan kepada Sekjen KPK untuk proses selanjutnya. Sementara 12 pegawai lainnya langsung diserahkan kepada Sekjen KPK. Mereka dinilai turut terbukti tetapi tidak bisa dihukum etik Dewas. Sebab, perbuatan pungli mereka terjadi sebelum Dewas terbentuk. "Nah, 2018, 2019, tentu kan Dewan Pengawas belum terbentuk. makanya kemudian secara hukum Dewan Pengawas KPK tentu tidak punya kewenangan," ujar Ali.
Meski demikian, 90 pegawai itu akan diproses secara
disiplin oleh KPK. Sekjen KPK sudah membentuk tim untuk memprosesnya. Selain
itu, KPK juga sedang mengusut secara pidana kasus pungli tersebut.
Sudah ada 10 tersangka yang dijerat penyidik. Namun, KPK belum menjelaskan identitas tersangka maupun konstruksi perkara. Total pungutan yang diterima para pegawai tersebut mencapai Rp 6 miliar lebih. Ini terhitung dari tahun 2018 hingga 2023. Salah satu modusnya ialah penyelundupan hp hingga makanan ke dalam Rutan KPK. Diduga tarifnya mencapai Rp 10-20 juta. Sementara tarif penggunaan hp per bulannya ialah Rp 5 juta. (TIM/RED)
0 Komentar