698 WNI Jadi Korban TPPO, Dari Januari Sampai Juli 2024

Deputi Bidang koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuam, dan Pemuda Kemenko, PMK Woro Srihastuti Sulistyaning (Foto:dok)
Jakarta, KORANTRANSAKSI.com - Baru pertengahan tahun, jumlah korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) mencapai ratusan. Malaysia masih jadi salah satu negara tujuan terbanyak penyaluran korban. Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Woro Srihastuti Sulistyaningrum menyampaikan, selama periode Januari hingga Juli 2024, tercatat sebanyak 698 WNI yang menjadi korban TPPO. Dari angka tersebut, diketahui jika laki-laki masih mendominasi sebagai korban ternyata. Yakni, 396 orang. Sementara, korban perempuan mencapai 302 orang.

”Kalau kita lihat, ternyata masih banyak laki-lakinya. Tapi yang perlu kita cermati di sini adalah adanya anak perempuan yang juga ternyata menjadi korban TPPO,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa, jika didetailkan lagi, jumlah korban terbanyak berasal dari Kepulauan Riau (Kepri) yakni sebanyak 140 orang. Disusul Kalimantan Utara (Kaltara) 130 orang dan Jawa Barat (Jabar) 79 Orang.

Hal itu disinyalir lantaran Kepri dan Kaltara merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan wilayah luar. Sehingga, jadi pintu “keluar-masuk” para sindikat TPPO dalam menyalurkan para korban. ”Kalau kita lihat, dari mana korban TPPO ini berasal? Paling banyak itu dari Malaysia, negara tetangga kita. Jadi ini yang juga menjadi catatan. Mungkin karena kita berbatasan langsung dengan Malaysia, sehingga mudah sekali yang namanya perdagangan orang itu terjadi,” papar Woro.

Angka korban di tahun ini memang lebih rendah dibanding tahun lalu. Pada 2023, sebanyak 3.366 orang tercatat menjadi korban TPPO. Kendati demikian, dia memastikan jika saat ini, pihak Bareskrim Polri telah mengidentifikasi pelaku dan para korban TPPO ini.

Langkah ini pun disertai dengan sinergi dari Kementerian Sosial (Kemensos) yang sudah menampung dan memberikan rehabilitasi sosial. Termasuk, pembekalan kewirausahaan. Sehingga, diharapkan para korban tak akan terkena bujuk rayu untuk kembali “diperjualbelikan” ke luar negeri dengan iming-iming gaji besar padahal sebaliknya. (TIM)

Posting Komentar

0 Komentar