Imigrasi Gelar Kegiatan "Dengar Pendapat Publik Perihal Revisi RUU Keimigrasian"

 

Direktorat Jenderal Imigrasi Menggelar Kegiatan "Dengar Pendapat Publik Perihal Revisi RUU Keimigrasian" pada Seni (15/7/2024) 
Jakarta, KORANTRANSAKSI.com – Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Republik Indonesia menggelar dengar pendapat publik kembali. Kali ini, untuk membahas tentang perubahan Rancangan Undang-Undang (UU) Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian pada Senin (15/7/2024) sebagai implementasi pasal 90 dan 96 UU nomor 12 tahun 2011 yang mengamanatkan adanya partisipasi publik dalam setiap pembuatan UU.

Sejumlah perwakilan kementerian/lembaga, akademisi serta masyarakat umum turut berpartisipasi dalam dengar pendapat yang diselenggarakan di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta Selatan. Mulai komunitas himpunan keluarga antar negara, Indonesia Diaspora Network, Aliansi Pelangi Antar Bangsa, sampai Perkumpulan Perkawinan Campuran Indonesia.

Direktur Jenderal Imigrasi, Silmy Karim menyampaikan bahwa, regulasi keimigrasian yang ada saat ini sudah tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Begitu pula dengan dinamika keimigrasian yang terjadi. "Penting bagi kita untuk punya regulasi keimigrasian yang baru, yang tidak hanya dapat menjawab tantangan masa kini tetapi juga dapat mempersiapkan kita untuk menghadapi masa depan," ujar Silmy.

(Foto:Humas Direktorat Jenderal Imigrasi)
Pernyataan tersebut diamini oleh Fahri Bachmid, Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Muslim Indonesia yang menjadi salah satu narasumber. Fahri menyatakan bahwa sebuah UU dibentuk untuk memiliki daya lenting agar mampu mengakomodasi visi negara setidaknya selama 20 tahun ke depan. Fahri juga menjelaskan bahwa pada saat UU 6/2011 dibentuk masih belum mengantisipasi kompleksitas pelaksanaan tugas hingga fungsi imigrasi di masa kini.

Selain Fahri Bachmid, hadir pula Pengamat Kebijakan - Agus Pambagio; Akademisi dari Universitas Indonesia - Surjadi; Akademisi dari Universitas Gadjah Mada - Ardianto Budi; serta Akademisi dari Universitas Brawijaya - Dias Satria.

Dengar Pendapat Publik tersebut membahas muatan perubahan RUU Keimigrasian yang terdiri dari 6 pasal perubahan dalam hal pencegahan dan penangkalan, masa berlaku Izin Masuk Kembali dari Izin Tinggal Tetap serta sumber dana untuk pelaksanaan tugas dan fungsi keimigrasian.

Sejalan dengan itu, Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio menyinggung kompleksnya tugas dan fungsi keimigrasian saat ini yang membutuhkan akselerasi baik dalam pengadaan sarana-prasarana penunjang dan maupun pelaksanaannya.

Komentar tersebut mendapat sambutan positif dari masyarakat yang hadir, salah satunya dari perwakilan Keluarga Antar Negara, Analia, yang juga menyampaikan aspirasinya mengenai kompleksnya administrasi dalam pengurusan pewarganegaraan.

"Ini yang saya alami ya waktu suami saya mau naturalisasi. Pelayanan pewarganegaraan itu terpisah-pisah, prosesnya tidak di imigrasi saja. Kami inginnya satu tahapan saja. Seperti layanan terpadu satu pintu. Jadi tidak perlu bolak-balik mengurus administrasi," tutur Analia.

Selanjutnya, Selain Fahri Bachmid, hadir pula Pengamat Kebijakan - Agus Pambagio; Akademisi dari Universitas Indonesia - Surjadi; Akademisi dari Universitas Gadjah Mada - Ardianto Budi; serta Akademisi dari Universitas Brawijaya - Dias Satria.

Dengar Pendapat Publik tersebut membahas muatan perubahan RUU Keimigrasian yang terdiri dari 6 pasal perubahan dalam hal pencegahan dan penangkalan, masa berlaku Izin Masuk Kembali dari Izin Tinggal Tetap serta sumber dana untuk pelaksanaan tugas dan fungsi keimigrasian.

Sejalan dengan itu, Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio menyinggung kompleksnya tugas dan fungsi keimigrasian saat ini yang membutuhkan akselerasi baik dalam pengadaan sarana-prasarana penunjang dan maupun pelaksanaannya.

Komentar tersebut mendapat sambutan positif dari masyarakat yang hadir, salah satunya dari perwakilan Keluarga Antar Negara, Analia, yang juga menyampaikan aspirasinya mengenai kompleksnya administrasi dalam pengurusan pewarganegaraan.

"Ini yang saya alami ya waktu suami saya mau naturalisasi. Pelayanan pewarganegaraan itu terpisah-pisah, prosesnya tidak di imigrasi saja. Kami inginnya satu tahapan saja. Seperti layanan terpadu satu pintu. Jadi tidak perlu bolak-balik mengurus administrasi," tutur Analia. (TIM/RED)

 

 

 






Posting Komentar

0 Komentar