(Foto:Ilustrasi Lintingan Rokok yang akan diproduksi ke pasaran) |
Hal itu tertuang dalam
Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM & PPKF) tahun
2025. Adapun di tahun 2023 dan 2024, pemerintah telah menaikkan rata-rata tarif
CHT sebesar 10 persen, dan cukai rokok saat ini memiliki 8 layer tarif.
Berdasarkan pantauan
dari tim KORANTRANSAKSI.com, Intensifikasi kebijakan tarif Cukai Hasil
Tembakau (CHT) melalui tarif bersifat multiyears, kenaikan tarif yang moderat,
penyederhanaan layer, dan mendekatkan disparitas tarif antar layer;" tulis
pemerintah dalam KEM PPKF 2025.
Meski demikian, besaran
tarif cukai rokok dan rokok elektrik di 2025 masih akan dibahas lebih lanjut
oleh pemerintah maupun DPR RI. Nantinya, besaran tarif tersebut akan tertuang
dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Penyederhanaan layer
cukai rokok dinilai justru mampu menggerus penerimaan negara. Akademisi Unpad,
Wawan Hermawan, menilai penyederhanaan layer cukai rokok justru mampu
meningkatkan peredaran rokok ilegal di Tanah Air.
"Harga rokok
(legal) dari Rp 25-30 ribu, dibanding (rokok ilegal) yang Rp 10-15 ribu sangat
menurunkan minat terhadap rokok legal. Jadi, merokok rokok legal menjadi suatu
kemewahan bagi kalangan bawah atau 40 persen masyarakat dengan pendapatan
terendah," ujar Wawan.
Tak hanya itu, adanya
tekanan ekonomi juga membuat masyarakat beralih ke rokok yang lebih murah,
seperti rokok ilegal. Menurut Wawan, jumlah perokok di kalangan pendapatan
rendah jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perokok di kalangan penghasilan
menengah tinggi.
"Menurut saya,
yang utama adalah harga rokok yang sangat tinggi relatif terhadap pendapatan
masyarakat. Ini di-drive oleh prevalensi merokok yang masih tinggi dan budaya
rokok sebagai alat sosial di masyarakat. Selain itu, penegakan hukum terhadap
produsen rokok juga masih lemah," jelasnya. (RED)
0 Komentar