Jakarta, KORANTRANSAKSI.com – Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI berhasil menangkap 2 tersangka kasus penyelundupan Warga Negara Asing (WNA) untuk dipekerjakan di Australia. Kedua pelaku tersebut berinisial DH dan MA.
Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Ditjen Imigrasi Saffar Muhammad Godam mengungkapkan, ada 28 WNA asal Bangladesh, Tiongkok dan India yang hendak diselundupkan masuk ke Australia melalui Indonesia oleh DH dan MA. “(Korban) Terdiri 23 warga negara Bangladesh, 4 orang warga negara Republik Rakyat Tiongkok dan satu warga negara India,” ujar Godam konferensi pers di Kantor Ditjen Imigrasi, Kamis (8/8/2024).
Penanggung Jawab
Penyidikan Wilayah II Ditjen Imigrasi Happy Reza Dipayuda menjelaskan, kasus
penyelundupan manusia terungkap dari adanya temuan 28 WNA yang terdampar di
Pantai Muara Cikaso, Sukabumi.
Para WNA itu terdampar
setelah gagal masuk ke Australia melalui Pulau Christmas menggunakan kapal yang
dikemudikan DH dan MA. “Pada saat mendekati Pulau Christmas dan sudah masuk
perairan Australia, pihak Australia Border Force melakukan pencegatan dan
mengamankan mereka,” kata Happy.
“Setelahnya mereka
dikembalikan ke wilayah keberangkatan mereka. Nah pada saat itulah ditemukan
terdampar di Sukabumi,” ujar dia.
Setelah didalami, para
WNA tersebut ternyata datang ke Indonesia bersama seorang berinisial I yang
kini berstatus buron. I adalah rekan DH dan MA dalam praktik penyelundupan
manusia ke Australia.
Menurut Happy, para WNA
itu diselundupkan I ke Indonesia dan dikumpulkan di kawasan Cilacap lalu
diberangkatkan ke Australia secara ilegal. “Korban ini adalah orang dari luar
yang kemudia dibawa, diselundupkan dari Indonesia ke Australia,” ungkap Happy.
Hingga kini, Ditjen
Imigrasi masih melakukan penyelidikan gabungan bersama otoritas Australia,
untuk mengungkap jaringan dibalik penyelundupan manusia ini. Atas perbuatannya,
DH dan MA dijerat dengan Pasal 120 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011 tentang
Keimigrasian dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp1,5
miliar. (RN)
0 Komentar