Gedung Mabes Polri (Foto:dok) |
Terkait hal tersebut,
Direktur Eksekutif Indonesia Police Investigation & Control (IPIC) Rangga
Afianto menilai, akar permasalahan terletak pada mekanisme pemberian dan pengawasan
senjata api. "Instrumen tes psikologi untuk izin senpi harus dikaji ulang.
Apakah sudah tepat sasaran atau belum? Pengawasan berkala juga harus dilakukan
secara efektif, bukan formalitas”, ucapnya.
Dia menyoroti peran
penting Biro Psikologi Polri dalam memastikan kelayakan psikologis anggota yang
dibekali senpi. Menurutnya, tes psikologi yang digunakan harus disesuaikan
dengan kebutuhan tugas, bukan disamakan dengan tes untuk keperluan lain,
seperti pembinaan sekolah atau jabatan.
Hal senada juga disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI Rano Alfath yang menyebut, DPR akan memanggil Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri serta Asisten Kapolri Bidang Sumber Daya Manusia. "Pemeriksaan psikologi harus dilakukan secara berkala. Apa yang sehat hari ini belum tentu sehat besok," ujar Rano.
Pentingnya
Audit
Di kesempatan yang
sama, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menambahkan, pentingnya audit
reguler penggunaan senpi. "Kondisi psikologis anggota bisa berubah. Hari
ini mereka layak memegang senpi, tapi tahun depan bisa saja tidak. Evaluasi
berkala mutlak diperlukan," jelas Habiburokhman.
Senada, Komisioner
Kompolnas Choirul Anam menyatakan, penggunaan senjata di Korps Bhayangkara
perlu dievaluasi. Menurutnya, dua hal yang perlu menjadi fokus dalam evaluasi
yakni pengendalian senpi serta pengendalian pemegang senpi.
"Walau ada pola
yang kurang lebih sama, misal terkait penggunaan senjata tapi masing-masing
kasus punya logika peristiwa yang berbeda-beda. Oleh karenanya penting untuk melihat
anatomi peristiwa dari satu-satu," ucap Anam. (TIM)
0 Komentar