KPK Periksa 2 Eks Direktur LPEI

Dua orang mantan Eks Direktur LPEI, Robert Pakpahan dan Hadiyanto saat memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan Korupsi di LPEI, di gedung merah putih, Jakarta (Foto:dok)
Jakarta, KORANTRANSAKSI.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa dua orang sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), pada Kamis (10/4). Keduanya merupakan mantan Direktur LPEI, yakni Robert Pakpahan dan Hadiyanto.

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto menyebutkan bahwa, kedua saksi tersebut diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Keduanya juga telah hadir memenuhi panggilan penyidik. "Hari ini, KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)”, ucap Tessa.

Berdasarkan pantauan di lokasi, Hadiyanto dan Robert tampak tiba sekitar pukul 09.20 WIB. Keduanya kemudian mulai memasuki ruang pemeriksaan sekitar pukul 09.35 WIB. Robert terlihat mengenakan kemeja berwarna putih dan dibalut dengan jaket berwarna biru tua. Sementara, Hadiyanto tampak memakai batik dan jaket berwarna hitam. Keduanya belum berkomentar mengenai perkara yang sedang diusut KPK tersebut maupun terkait pemeriksaan penyidik hari ini.

Dalam kasus ini, KPK telah mengumumkan sebanyak 5 orang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka yakni: Dwi Wahyudi (Direktur Pelaksana I LPEI), Arif Setiawan (Direktur Pelaksana IV LPEI), Newin Nugroho (Direktur Utama PT Petro Energy), Jimmy Masrin selaku Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT Petro Energy dan, Susy Mira Dewi Sugiarta selaku Direktur PT Petro Energy.

Dari kelima tersangka itu, KPK telah menahan tiga orang di antaranya, yakni Newin Nugroho, Jimmy Masrin, dan Susy Mira Dewi Sugiarta. Sementara, untuk Dwi Wahyudi dan Arif Setiawan belum ditahan.

Penetapan tersangka terhadap kelima orang ini usai sebelumnya KPK menjerat tujuh orang sebagai tersangka. Belum diungkapkan identitas ketujuhnya, apakah lima di antaranya yang ditetapkan tersangka saat ini atau bukan.

Adapun dalam kasusnya, terjadi pemberian fasilitas kredit oleh LPEI kepada 11 debitur. Pemberian tersebut tidak sebagaimana mestinya sehingga merugikan negara. "Berpotensi mengakibatkan kerugian negara, dengan total mencapai Rp 11,7 triliun," kata Plh. Direktur Penyidikan, Budi Sokmo, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (3/3) lalu.

Budi menjelaskan bahwa dalam proses pemberian fasilitas kredit oleh LPEI ini telah terjadi benturan kepentingan (CoI) antara Direktur LPEI dengan debitur dengan melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah proses pemberian kredit.

Atas perbuatan tersebut, Direktur LPEI tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit. Direktur LPEI diduga memerintahkan bawahannya untuk tetap memberikan kredit walaupun tidak layak diberikan.

Salah satu debiturnya adalah PT PE. Adapun perbuatan PT PE (debitur) dalam kasus ini yakni: PT PE diduga memalsukan dokumen purchase order dan invoice yang menjadi underlying pencairan fasilitas tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya;

PT PE melakukan window dressing terhadap Laporan Keuangan (LK), PT PE mempergunakan fasilitas kredit tidak sesuai dengan tujuan dan peruntukan sebagaimana tertuang dalam perjanjian kredit dengan LPEI. "Atas pemberian fasilitas kredit oleh LPEI, khusus kepada PT PE ini, diduga telah mengakibatkan kerugian negara sebesar USD 60 juta," ungkap Budi.

Dalam perjalanan kasus ini, KPK juga sudah menyita sejumlah aset mewah. Mulai dari motor Vespa Piaggio, mobil bermerek Wuling, Mobil merk Mercedes-Benz type GLE 450, hingga sepeda motor merk BMW type F800 GS M/T, yang total nilainya miliaran rupiah. (TIM)

 

Posting Komentar

0 Komentar