Juru Bicara KPK, Tessa
Mahardhika Sugiarto menyebutkan bahwa, kedua saksi tersebut diperiksa di Gedung
Merah Putih KPK, Jakarta. Keduanya juga telah hadir memenuhi panggilan
penyidik. "Hari ini, KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan
tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan
Ekspor Indonesia (LPEI)”, ucap Tessa.
Berdasarkan pantauan di
lokasi, Hadiyanto dan Robert tampak tiba sekitar pukul 09.20 WIB. Keduanya
kemudian mulai memasuki ruang pemeriksaan sekitar pukul 09.35 WIB. Robert
terlihat mengenakan kemeja berwarna putih dan dibalut dengan jaket berwarna
biru tua. Sementara, Hadiyanto tampak memakai batik dan jaket berwarna hitam.
Keduanya belum berkomentar mengenai perkara yang sedang diusut KPK tersebut
maupun terkait pemeriksaan penyidik hari ini.
Dalam kasus ini, KPK
telah mengumumkan sebanyak 5 orang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka yakni:
Dwi Wahyudi (Direktur Pelaksana I LPEI), Arif Setiawan (Direktur Pelaksana IV
LPEI), Newin Nugroho (Direktur Utama PT Petro Energy), Jimmy Masrin selaku
Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT Petro Energy
dan, Susy Mira Dewi Sugiarta selaku Direktur PT Petro Energy.
Dari kelima tersangka
itu, KPK telah menahan tiga orang di antaranya, yakni Newin Nugroho, Jimmy
Masrin, dan Susy Mira Dewi Sugiarta. Sementara, untuk Dwi Wahyudi dan Arif
Setiawan belum ditahan.
Penetapan tersangka
terhadap kelima orang ini usai sebelumnya KPK menjerat tujuh orang sebagai
tersangka. Belum diungkapkan identitas ketujuhnya, apakah lima di antaranya
yang ditetapkan tersangka saat ini atau bukan.
Adapun dalam kasusnya,
terjadi pemberian fasilitas kredit oleh LPEI kepada 11 debitur. Pemberian
tersebut tidak sebagaimana mestinya sehingga merugikan negara. "Berpotensi
mengakibatkan kerugian negara, dengan total mencapai Rp 11,7 triliun,"
kata Plh. Direktur Penyidikan, Budi Sokmo, dalam konferensi pers di Gedung
Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (3/3) lalu.
Budi menjelaskan bahwa
dalam proses pemberian fasilitas kredit oleh LPEI ini telah terjadi benturan
kepentingan (CoI) antara Direktur LPEI dengan debitur dengan melakukan
kesepakatan awal untuk mempermudah proses pemberian kredit.
Atas perbuatan
tersebut, Direktur LPEI tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit.
Direktur LPEI diduga memerintahkan bawahannya untuk tetap memberikan kredit
walaupun tidak layak diberikan.
Salah satu debiturnya
adalah PT PE. Adapun perbuatan PT PE (debitur) dalam kasus ini yakni: PT PE diduga
memalsukan dokumen purchase order dan invoice yang menjadi underlying pencairan
fasilitas tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya;
PT PE melakukan window dressing terhadap Laporan Keuangan (LK), PT PE mempergunakan fasilitas kredit tidak sesuai dengan tujuan dan peruntukan sebagaimana tertuang dalam perjanjian kredit dengan LPEI. "Atas pemberian fasilitas kredit oleh LPEI, khusus kepada PT PE ini, diduga telah mengakibatkan kerugian negara sebesar USD 60 juta," ungkap Budi.
Dalam perjalanan kasus ini,
KPK juga sudah menyita sejumlah aset mewah. Mulai dari motor Vespa Piaggio,
mobil bermerek Wuling, Mobil merk Mercedes-Benz type GLE 450, hingga sepeda
motor merk BMW type F800 GS M/T, yang total nilainya miliaran rupiah. (TIM)
0 Komentar